Pengenalan Lingkungan Hidup Dimulai dari Keluarga
Oleh: Dr. Desmelati, S.Pi., M.Sc.
Hari ke hari kita melihat bahwa kemampuan bumi untuk menopang kebutuhan hidup manusia semakin menurun. Kebutuhan hidup manusia ini bukan hanya pangan saja, tetapi juga ketenangan, udara yang segar, air yang bersih, dan lingkungan yang sehat yang membuat manusia merasakan kebahagiaan. Inilah yang disebut dengan sumber daya alam (SDA). Hal ini terjadi akibat banyaknya kerusakan lingkungan hidup yang pada umumnya terjadi akibat ulah manusia.
Pengertian istilah Lingkungan Hidup sudah dijelaskan dalam BAB I, Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dirumuskan sebagai berikut: “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan prikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.
Pentingnya menjaga lingkungan atau dikenal sebagai pelestarian lingkungan sangat sering kita dengar dari para pakar, terutama pakar lingkungan. Bukan itu saja, bahkan dalam agama Islam pun ada ayat-ayat Al Qur’an yang menekankan tentang kelestarian alam ini. Seperti misalnya Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 11 dan 12:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11 ) أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ (12 }
Dan bila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi:” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan tetapi mereka tidak menyadarinya.
Sepintas saat dibaca arti ayat ini jelas bahwa Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi. Beberapa penafsiran para ahli tafsir mengisyaratkan bahwa kerusakan yang dimaksud adalah perbuatan maksiat dan kekufuran. Sedangkan penafsiran ayat-ayat itu oleh Salman Al Farisi (sahabat Nabi Muhammad SAW) mengatakan bahwa kerusakan yang dimaksud belum terjadi di masa Rasulullah hidup. Ini berarti mungkin saja terjadi di masa sekarang. Berbagai tindakan manusia yang membabat hutan sembarangan, membuang limbah ke perairan umum, membangun berbagai properti dan fasilitas dengan mengabaikan lingkungan yang asli, merupakan contoh kerusakan lingkungan itu.
Kerusakan lingkungan ini dapat menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem, banjir bandang, tanah longsor, polusi udara dan air serta hilangnya berbagai keragaman hayati. Itu semua dapat menyebabkan berbagai bencana yang mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perlu suatu tindakan nyata yang mengedukasi umat manusia agar tidak melakukan kerusakan lingkungan tersebut. Lalu siapakah yang bertanggung jawab untuk ini? Semua bertanggung jawab. Pertama sekali yang harus diberikan pengertian adalah para generasi muda penerus bangsa. Tentunya para anak-anak mulai dari kecil secara berkesinambungan.
Pengenalan lingkungan hidup dapat melalui jenjang persekolahan mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Dapat pula melalui berbagai komunitas yang dimasukinya. Salah satu komunitas yang terpenting adalah keluarga. Jadi pengenalan lingkungan hidup itu sebenarnya akan lebih efektif jika dimulai dari keluarga sendiri. Yaitu dengan cara menjelaskan kepada anak-anak dengan cara memberikan contoh yang baik. Sederhananya misalnya tentang cara membuang sampah yang baik oleh orang tua. Namun dapat juga dengan memanfaatkan kegiatan antar sesama anggota keluarga misalnya dalam acara Family Gathering.
Saya terkesan dengan acara Family Gathering (Pertemuan Keluarga) yang kami laksanakan pada Kamis (05/05/2022). Para pesertanya adalah keluarga besar anak cucu Alm. H. Rusli Segun (ayahanda saya). Almarhum Ayahanda H. Rusli Segun dan Ibunda Hasnah memiliki 9 anak, dan puluhan cucu. Selepas Hari Raya Idul Fitri 1443 H yang lalu, tepatnya hari ke-4, saya bersama keluarga mengadakan Family Gathering di sebuah kebun durian yang kami miliki. Di sana selain durian, banyak pepohonan dan tanaman lainnya yang tumbuh. Seperti karet, mangga, enau, salak, nangka, bambu dan pepohonan lainnya.
Sebagai pengenalan lingkungan hidup, kami mengajari anak-anak untuk menanam bibit pepohonan di kebun tersebut. Hal ini tentu supaya berkesan dalam hidup mereka nanti setelah dewasa. Diharapkan mereka dapat mencintai alam itu sendiri. Kebun ini memiliki aliran anak sungai yang berliku-liku. Di sini kami mengadakan lomba memancing ikan. Seluruh anggota keluarga boleh ikut lomba memancing tersebut. Sebagai sungai kecil tentu saja ikannya banyak yang kecil-kecil. Namun masih merupakan ikan asli sungai tersebut, seperti bujuk (Channa lucius), lele sungai, badar, paweh, tunggik (keting), dan lain-lain. Sebagian besar ikan-ikan yang didapat dirilis (dilepaskan) kembali biar berkembang.
Penilaiannya ditentukan oleh berat ikan yang didapat, yaitu yang mendapatkan ikan terberat akan menjadi juara pertama. Ada juga kategori khusus untuk ikan terkecil. Para juara diberikan hadiah. Tidak perlu hadiah yang mewah, yang penting suasananya menjadi cair dan semua gembira. Selain itu diadakan pula pengundian hadiah lucky draw. Ini menjadi acara yang dinanti-nanti oleh semua anggota keluarga. Terakhir adalah makan bersama.