Peristiwa Kedatangan Bangsa Barat
Mulai akhir abad XV, bangsa Eropa berusaha melakukan penjelajahan samudra. Bangsa Eropa yang pernah melakukan penjelajahan dan penjajahan di Indonesia dimulai oleh bangsa Portugis. Kapal mereka pertama kali mendarat di Malaka pada tahun 1511. Berikutnya ialah bangsa Spanyol yang mendarat di Tidore, Maluku pada tahun 1521. Kemudian, disusul oleh bangsa Inggris dan Belanda. Kapal-kapal Belanda pertama kali mendarat di Pelabuhan Banten pada tahun 1596.
Masuknya bangsa Eropa ke Indonesia pertama kali ditandai dengan kedatangan bangsa Portugis pada abad 16 M kemudian diteruskan dengan kedatangan bangsa Belanda yang merupakan negara paling lama menjajah Indonesia, menyusul Inggris yang juga pernah menjajah Indonesia. Awalnya tujuan kedatangan bangsa Eropa tersebut hanya sekedar berdagang dan mencari rempah-rempah. Namun tujuan berdagang dan mencari rempah-rempah berubah menjadi keinginan menguasai dan memonopoli seluruh perdagangan yang ada di Indonesia. Kemudian berkembang lagi menjadi menjajah dan memegang penuh kekuasaan terhadap negara yang didatanginya. Dampak yang ditimbulkan dari penjajahan ini sangat besar pengaruhnya terhadap seluruh aspek kehidupan terutama bagi negara yang dikuasai. Salah satu aspek kehidupan yang memperoleh pengaruh cukup besar yaitu aspek kebudayaan. Dalam hal ini telah terjadi percampuran dan perpaduan dua kebudayaan antara bangsa pendatang dengan bangsa setempat. Hal ini dapat timbul karena bangsa Eropa telah lama menetap di Indonesia, sehingga proses interaksi antara bangsa pendatang dengan bangsa setempat hampir terjadi setiap hari. Proses interaksi inilah yang nantinya akan melahirkan kebudayaan baru dan berkembang mengikuti zaman (Djoko Soekiman 2000: 1-5)
Arsitektur bangunan kolonial yang berkembang di Indonesia umumnya telah mengalami penyesuaian dengan kebudayaan setempat. Dalam hal ini bangunan atau tempat tinggal merupakan bagian penting yang selalu ada dalam setiap peradaban hidup manusia. Sejak berkuasanya Belanda pada tahun 1619 M di Indonesia, Belanda ingin merancang kota Batavia mirip seperti kota di Belanda. Namun hal tersebut ternyata tidak dapat diterapkan sepenuhnya di Batavia karena perbedaan iklim yang ada. Maka lama-kelamaan bentuk gaya arsitektur bangunan Eropa yang dinilai tidak fungsional jika diterapkan pada iklim tropis kemudian disesuaikan dan mengikuti konsep dengan lingkungan yang tropis. (Tawalinuddin Haris 2007: 11-12).
Keberadaan gereja sebagai sarana pendukung yang menunjang kegiatan dan aktivitas masyarakat cukup penting untuk dibahas lebih jauh dalam penelitian ini, sebab fungsi utama gereja itu sendiri adalah sebagai tempat ibadah dimana saat itu umat Kristen yang ada di wilayah Meester Cornelis bertemu dan melakukan ibadah secara bersama-sama. Dari pertemuan itu akan timbul kegiatan interaksi diantara umat yang mengikuti ibadah. Umat tersebut berasal dari berbagai kalangan dan golongan bahkan ada yang sampai memiliki perbedaan dari segi kebudayaan, yaitu antara penduduk asli pribumi dengan non pribumi mereka semua berkumpul dalam satu tempat guna melaksanakan ibadah. Sebagian besar arsitektur bangunan-bangunan yang berdiri pada masa Batavia merupakan bangunan yang memiliki desain arsitektur penggabungan antara desain arsitektur Eropa yang berpadu dan menyesuaikan dengan keadaan lingkungan Batavia.
Penulis: Abdul Jalil Nst (Ketua Tim), Siti Khomariah, Novianti, Sri Indah Selpia, Cintia Kartina Lubis.
Discussion about this post