Belajar Tak Kenal Umur: Hidup Baru di Usia 70-an
oleh: A. U. Chaidir
“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat.” (Hadis Nabi Muhammad saw.)
Setiap orang diberi usia, tapi tidak semua benar-benar menghidupi usianya. Banyak orang berhenti belajar hanya karena merasa “terlambat”. Padahal, usia hanyalah angka — semangatlah yang memberi makna.
Di tengah derasnya arus perubahan, siapa pun yang berhenti belajar akan perlahan tertinggal. Teknologi melaju cepat, pola hidup bergeser, cara berpikir pun berubah. Mereka yang enggan belajar bukan sekadar berhenti berkembang — mereka tergilas oleh perubahan.
Belajar Itu Kehormatan
Islam sangat menekankan pentingnya ilmu. Wahyu pertama yang turun pun adalah perintah “Iqra’” — Bacalah! (QS. Al-‘Alaq: 1–5).
Dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11, Allah berfirman:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Ilmu bukan sekadar menambah pengetahuan, melainkan meninggikan derajat manusia di sisi Allah — tanpa batas usia. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang memberi saya semangat untuk terus belajar. Kini saya berusia kepala tujuh. Tiga tahun lalu, saya memberanikan diri memulai sesuatu yang selama ini saya anggap sulit: belajar bahasa Arab.
Saya tidak masuk kelas formal. Guru saya hanyalah layar ponsel dan video YouTube. Langkah awalnya tidak mudah — tapi Allah memudahkan langkah kecil itu menjadi perjalanan panjang. Alhamdulillah, kini saya sudah mampu menerjemahkan ayat-ayat Al-Qur’an sendiri.
Setiap ada kesempatan, selalu saya isi dengan membaca dan menulis. Bukan untuk pamer, tetapi karena saya merasakan nikmat hidup yang sesungguhnya — hidup yang lebih tenang, lebih sehat lahir batin, dan penuh makna. Di usia yang banyak orang anggap sebagai masa istirahat, saya justru merasakan hidup baru.
Saya ceritakan pengalaman ini bukan untuk dipuji, melainkan untuk menyemangati mereka yang mungkin merasa terlambat. Percayalah — tidak ada kata terlambat untuk belajar, karena semangat tak mengenal umur.
Otak Tak Pernah Pensiun
Banyak orang menganggap masa tua adalah masa berhenti. Padahal otak tidak mengenal pensiun. Saat kita berhenti belajar, otak mulai layu perlahan. Sebaliknya, ketika kita terus belajar — sekecil apa pun — otak tetap aktif, jiwa tetap segar, dan hati tetap hidup. Belajar bukan hanya menambah ilmu, tapi juga menjaga kesehatan pikiran, mental, dan ruhani.
Belajar Sepanjang Hayat
Sobat, hidup ini terlalu singkat untuk disia-siakan. Jika hari ini kita masih diberi napas, berarti kita juga masih diberi kesempatan untuk bertumbuh. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa makna. Belajarlah — dari mana saja, dengan cara apa saja, sesuai kemampuan. Usia tidak pernah menjadi penghalang bagi yang punya kemauan. Kadang, langkah kecil yang kita ambil hari ini bisa menjadi cahaya bagi hidup orang lain. Karena setiap langkah menuju ilmu selalu bernilai di sisi Allah.
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Penutup
Mungkin kita tak lagi sekuat dulu, tapi semangat belajar membuat usia bukan sekadar angka, melainkan sumber cahaya. Dan selama cahaya itu menyala, hidup kita tidak pernah benar-benar “tua”.
Catatan Kecil
Tulisan ini bukan teori — ini pengalaman pribadi. Semoga secuil kisah ini menjadi pengingat bahwa siapa pun, kapan pun, masih bisa belajar… dan hidup dengan semangat yang menyala.

Bonus: Puisiku
Lentera di Sampan Tua
Aku ingin terus mendayung,
meski sampan ini sudah tua,
meski kayu lambungnya mulai berbunyi,
meski ombak tak lagi seperti dulu.
Masih ada sisa tenaga,
masih ada sedikit cahaya,
bukan mercusuar tinggi menjulang,
hanya lentera kecil di tangan kanan.
Tak apa,
aku memang tak punya menara
untuk memberi tanda arah bagi dunia.
Tapi mungkin,
lentera ini cukup untuk menerangi satu dua wajah yang kebetulan lewat,
untuk sekadar bilang:
“Jangan tersesat seperti aku dulu.”
Karena hanya itu yang kupunya sekarang:
waktu yang menipis,
tenaga yang tinggal sisa,
dan secuil cahaya yang lahir dari luka-luka lama,
yang sudah kupeluk jadi pelajaran.
Biarlah aku terus mendayung —
bukan untuk sampai,
tapi untuk terus bergerak.
Karena diam hanya akan menenggelamkan —
meski pelan — adalah bentuk syukur
atas hidup yang masih diberi kesempatan.
Salam hangat,
Pekanbaru, 29 Oktober 2025



















