Padang (15/02/2023) – Sebagai ‘rumah’ seniman budayawan Sumatra Barat (Sumbar), Taman Budaya juga berperan sebagai sentra, pusat transformasi budaya yang mencuatkan idiom-idiom seni budaya Minangkabau secara nasional bahkan internasional. Demikian budayawan Dr. Yulizal Yunus pada Orasi Budayanya di Panggung Ekspresi Forum Perjuangan Rumah Seniman Budayawan (F-PRSB) Sumbar di halaman parkir Taman Budaya Sumbar, Jl. Diponegoro Padang. Selain orasi budaya juga menampilkan atraksi Barongsai dari HTT dan beragam jenis kesenian lain sejak sore hingga tengah malam (Senin, 13/2).
Koordinator F-PRSB Sumbar, Rahmat Watira, SH membacakan teks Deklarasi F-PRSB yakni “Mengekspresikan kesenian merupakan tindakan yang menjadi bagian dari proses kebudayaan melalui tahapan rasa, karsa dan cipta. Merenung meraba rasa, mengolah fikir menuju karsa, menggerakan motorik menghasil cipta. Semua itu butuh ruang berupa ‘rumah’. Bila rumah terusik, rasa jadi peka, pikiran jadi gundah dan karya cipta jadi porakporanda. Bila rumah binasa, mari memohon ridha dan berharap kekuatan Allah Yang Maha Kuasa menyatu, berpadu, berjuang membangun rupa”. Setelah deklarasi, Rahmat Watira membaca puisi karya Taufiq Ismal, “Negeriku Dimakan Rayap”.
Dalam orasinya, Yulizal Yunus menyebut perjuangan seniman budayawan mempertahankan suasana berkesenian di Taman Budaya adalah suatu hal yang patut, karena dari FGD 22 Desember di sebuah hotel, nyaris semua seniman menolak dibangunnya hotel di tapak rencana pembangunan Gedung Kebudayaan Sumbar. Menurut Yulizal Yunus ada 3 K yang patut kita baca, ditengah transformasi informasi digital yang begitu cepat, yakni masalah Estetika, Erotika, dan Etika yang harus seimbang. Bila di Taman Budaya didirikan hotel, maka tentu seniman kehilangan kebebasan berkreasi dan berekspresi, karena hotel membutuhkan suasana yang tenang, jauh dari hiruk pikuk suara alat kesenian yang sedang berproses.
Taman Budaya banyak mencatat sejarah, tempat budayawan seniman berbincang, mendiskusikan karya seni dan pemikiran kebudayaan Minangkabau. Ia menyebut beberapa nama seniman budayawan, dari AA Navis sampai ke generasi milenial yang telah mengharumkan nama Sumbar secara nasional dan internasional. Untuk itu, tukuknya mempertahankan Taman Budaya sebagai Rumah bagi seniman budayawan adalah suatu keniscayaan. Karena menjadikan GKSB/Tambud sebagai sumber, sentral untuk memutar sistem seni yang berbungkuskan identitas Minangkabau, “adat” yang mewakili kebudayaan dengan semua sistem yang ada.
Meski pun Gubernur Mahyeldi (Gubernur Sumbar) menyebut semua itu baru wacana dan tidak akan ada hotel di GKSB, menurut Yulizal Yunus beritanya telah viral di berbagai media mainstream, medsos, karena pihak Dinas BMCKTR telah merancang zone C Gedung Kebudayaan dialihfungsikan menjadi hotel. Padahal kawasan Taman Budaya, Museum dan Taman Melati akan jadi kawasan kebudayaan, tempat berkreasi dan berekspresi. Panggung Ekspresi dari F-PRSB Sumbar yang diselenggarakan setiap tanggal 13 di pelataran parkir Taman Budaya ini, diisi oleh seniman budayawan Sumbar yang merasa “tagaduah perasaannya” karena rumahnya terganggu.
Selain Barongsai, berbagai grup, komunitas dan simpatisan tampil mengekspresikan kesenian seperti musikalisasi puisi, nyanyi pop, musik tradisi dan modern (band), baca puisi, tari-tarian, melukis spontan, dan pantomime.
Penulis: Dr. Hermawan, M. Hum. (Dosen PBSI STKIP Rokania)