AZAB CINTA: Menyingkap Makna Azab Ilahi dalam Bingkai Kasih Sayang dan Keadilan
Oleh : A.U. Chaidir
Bila kita mendengar kata “azab” pasti kita akan mengaitkannya dengan fenomena penyiksaan, kemurkaan dan kemarahan. Sebaliknya kalau kita mendengar ucapan “cinta”, spontan kita membayangkan suatu suasana yang penuh kasih sayang, berbunga-bunga, kelemah lembutan, kedamaian, dan keharmonisan.
Dalam konteks ini, murka diwujudkan dalam bentuk azab, sementara kasih sayang diwakili oleh cinta.
Dua kutub (azab dan cinta) yang saling bertolak belakang, yang tidak mungkin bisa dipersandingkan.
Namun uniknya, justru di dalam Al-Quran, Allah SWT mempersandingkan antara azab dengan kasih sayang atau cinta tersebut, sebagaimana firman-Nya di dalam:
• QS, Surat Hud, ayat 102:
“Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (peduduk) negeri-negeri (sedang) mereka berbuat dzalim, sungguh siksa-Nya sangat pedih dan sangat berat“.
• QS Surat Al-A’raf, ayat 156:
“Dan rahmatku meliputi segala sesuatu”
Kalau kedua ayat di atas kita baca secara sepintas, memang terkesan kontradiktif. Padahal semua ayat-ayat Al-Quran itu tidak ada yang bertentangan, malah sebaliknya, saling menguatkan, daling menjelaskan. Lalu bagaimana memahami kedua ayat yang terkesan kontradiktif ini, menjadi satu kesatuan berkorelasi positif, sehingga azab itu tidak lagi dipahami sebagai bentuk penyiksaan, kemurkaan, kemarahan, akan tetapi sebagai konsekuensi logis dari kesalahan kita dalam melangkah, bertindak atau berbuat.
Analogi
Mari kita mulai dari sebuah analogi. Seorang pemilik sebuah kolam renang, yang menghendaki agar para pengunjung dapat menikmati suasana berenang yang menyenangkan, nyaman, mendatangkan manfaat bagi kesehatan serta terhindar dari malapetaka/musibah.
Untuk menghindari kemungkinan akan terjadinya malapetaka yang akan menimpa para pengunjung, maka pemilik melakukan tindakan antisipasi. Dia menyediakan brosur-brosur, gambar-gambar, rambu-rambu, berikut peralatan keselamatan berenang serta petugas keselamatan. Hal ini dilakukannya atas dasar rasa kemanusiaan, naluriah dan cinta kasih terhadap pengunjung.
Namun seorang pengunjung yang tidak pandai berenang, yang tidak mematuhi atau tidak mau mengindahkan petunjuk keselamatan yang diberikan, tiba-tiba terjun bebas ke kolam, lalu tenggelam.
Padahal pemilik kolam telah memberikan petunjuk, peringatan serta menyediakan peralatan keselamatan.
Di sini yang bekerja adalah mekanisme algoritma, sebab akibat, sunatullah yang berbalut kasih dan keadilan. Karena malapetaka itu terjadi, “setelah adanya peringatan terlebih dahulu” dari pemilik kolam.
Sunnatullah
Selanjutnya, mari kita coba melihatnya dari “sudut pandang berbeda, dari konteks sunatullah”. Sesungguhnya dinamika jagat raya ini (termasuk manusia didalamnya) adalah berjalan di atas sunatullah, hukum sebab akibat, atau disebut juga hukum alam.
• Air mengalir dari tempat yang tinggi ketempat yang rendah, itu sunatullah;
• Api bersifat membakar, itu sunatullah;
• Air itu membasahi, itu sunatullah;
• Amalan baik akan menuai balasan kasih sayang berupa kebaikan/pahala, itu sunatullah;
° Perbuatan buruk akan diganjar dengan pertanggung jawaban dalam bentuk siksa, azab, itu sunatullah.
Azab, neraka, pahala, surga, api yang membakar, air yang membasahi, itu semua sunatullah, begitu seterusnya.
Dalam konteks ini, Allah SWT memberi kebebasan kepada kita manusia untuk memilih dan menentukan jalan hidup sendiri, tidak ada paksaan dalam beragama. Namun yang perlu diingat ialah, bahwa setiap pilihan itu ada konsekwensinya.
Pepatah lama mengatakan:
Bermain api, terbakar.
Bermain air, basah.
Sesal dahulu pendapatan.
Sesal kemudian tak berguna.
Namun Allah yang Rahman dan Rahim tidak menginginkan hamba-Nya, terbakar oleh api, mendapatkan ganjaran yang pedih, dan menyesal dikemudian hari. Azab yang diancamkan kepada orang-orang yang tidak mena’ati perintah-Nya, karena Allah menghendaki supaya mereka itu itu kembali kepada jalan-Nya yang lurus.
• Allah tidak hendak menyiksa;
• Allah tidak hendak menzalimi;
• Allah tidak sewenang-wenang;
• Sebenarnya Allah SWT hanyalah hendak menyelamatkan hamba-Nya, dengan cara memberi peringatan kepada manusia, agar tidak telanjur, tidak terus menerus di jalan kesesatan, keingkaran, kelalaian, karena akibat dari pada perbuatan itu ganjarannya sangatlah berat, keras dan pedih.
Oleh karena kita diberikan kebebasan dalan memilih atau menentukan jalan hidup sendiri, maka barang siapa yang memilih jalan lurus sesuai panduan-Nya, akan memperoleh kenikmatan dunia akhirat. Barang siapa yang memilih jalan hidup sesat atau kafir, yang tidak sesuai petunjuk Allah, mereka itu akan menerima ganjaran berupa azab/siksa.
Ketika seorang warga negara berlaku jahat (penjahat) lalu dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh negara melalui Pengadilan sesuai dengan kejahatan yang ia lakukan. Apakah pemerintah yang melakukan eksekusi ini, dapat dikatakan sebagai pemerintah yang kejam, sewenang-wenang, bengis, zalim? Kini jelaslah bagi kita, bahwa azab itu menimpa kita, karena kita sendiri yang mengundangnya melalui mekanisme sunatullah.
Kesimpulan
1. Dinamika alam semesta ini berjalan di atas sunatullah;
2. Allah menghendaki hamba-Nya selamat hidup di dunia dan di akhirat;
3. Untuk itu Allah memberikan tuntunan/panduan berupa kitab suci Al-Quran yang disampaikan melalui utusan-Nya;
4. Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya;
5. Setiap langkah membawa konsekuensi terhadap pilihannya mengikut sunatullah;
6. Azab itu sebetulnya adalah sunatullah, akibat dari kesalahan memilih jalan hidup;
7. Azab itu adalah bentuk kasih sayang dan keadilan dari Allah SWT.
Pekanbaru,11 September 2025.