Uluo Jawek Anta Turimó Tandó dalam Adat Nikah Kawin Luhak Rambah
Oleh: Gunawan, M.Pd.
Bismmillah. Kita mulakan sesuatu dengan kalimat yang membawa berkah. Beberapa bulan lalu, mamakku Hasrijal, yang saya hormati dan juga saya sayangi, meminta untuk menulis tentang salah satu rangkaian adat nikah kawin orang Melayu, khususnya adat nikah kawin luhak Rambah. Saya meresponnya dengan lambat, terkesan memang sangat lambat. Tapi, sebagai Melayu, aku tunaikan janjiku ( meskipun mamak sudah bosan mengingatkan, kwkwkw). Baik, kita ke inti tulisan tentang uluo jawek anta turimó tandó.
Tulisan ini disusun untuk memudahkan pembaca yang belum tahu tentang adat nikah kawin di luhak Rambah. Maka mulailah dari mórisik, suluo-suluo ayie, rundiang muanta kató, mónyoboik, pokat sórumah rundiang sópóriuk, mónyalang datuk, móulak kató, móundang, mónotakkan ari, rapat kórjó mumuek tubie, pósiapan untuk akad nikah, acara akad nikah, móukie pinang dan mómuek bungkuih, mónyiapkan pókakeh, malam bóinai, atak atuo pagi kóbórangkatan, kódatangan romongan, uluo jawek anta turimó tandó sampai kócaró mónjopoik, móngganti pónginang póngasuh, roreh kundai, kayie bólimau, mómbaya cukai nógori, sombah mónyombah, pótaruh pótakek, solang mónyolang, móorak seló, toboih mónoboih, tutup olek buang sólokai, panggilan suruik atau jopoik makan, dan sedikit panduan acara adat nikah kawin untuk protokol, protokol dalam Bahasa Melayu Rambah disebut dengan Pungisó. Namun tentu tidak kita bahas semuanya, hanya tentang uluo jawek anta turimó tandó saja.
Sememangnya, adat ini kita ketahui sudah banyak yang berubah, pada pemakaiannya atau pada penggunaannya. Sesuai dengan ungkapan adat;
Lain lubuk, lain ikannyó, (Lain lubuk, lain ikannya)
Lain padang lain bólalangnyo, (lain padang lain belalangnya)
Lain urang lain puló krenahnyo, (lain orang lain pula krenahnya)
Jalan diubah dek urang lalu, (jalan diubah oleh orang lalu)
Cupak diubah dek pódagang, (cupak diubah oleh pedagang)
Dolu bungu kombang di taman, (dulu bunga kembang di taman)
Sudah itu bóganti dengan kóroteh, (setelah itu berganti dengan kertas)
Kini lah bóganti puló dengan plastik, (kini sudah berganti pula dengan plastik)
Karena masa sekarang banyak padang dan lubuk-lubuk yang baru, dan umatpun sudah bertambah-tambah, tentu akan banyak ragam macam yang ditemui. Sedangkan keperluan dan keinginan orang sekarang pun harus tetap dilaksanakan agar bersesuaian dengan zaman. Meskipun begitu kita tidak pula dapat melepaskan diri dari adat kebiasaan yang lama-lama. Karena yang dipakai adalah;
Kompeh dolu bóliong dolu, (kompeh (nama kayu) dulu beliung dulu)
Kompeh kinin bóliong kinin, (kompeh sekarang beliung sekarang)
Orang dulu memakai cara-cara dulu. Orang sekarang memakai cara sekarang sehingga banyaklah tambahan-tambahan dan penyesuaian-penyesuaiannya. Sebagai contoh; 1) jas pengantin dan kaca mata hitam yang dipakai di tahun 1970-an, adalah hal baru saat itu, tapi sekarang sudah menjadi hal yang lama atau usang, 2) kenduri nikah kawin orang dulu dibuat seharian penuh, sekarang dimulai dari jam sebelas sampai waktu Ashar, 3) dulu menjelang selesai kayie bólimau, karena urusan aturan kayie bólimau ini orang pun terlambat makan siang, sehingga sekarang sudah dipermudah agar orang dapat melaksanakan solat Zhuhur dan Ashar, 4) dulu orang tidak dapat dilepaskan dari asap kemenyan, sampai-sampai apabila asap kemenyannya belum mengepul banyak, rasanya belumlah puas hati. Sekarang sudah dijauhi, orang sudah malu melakukannya, 5) dulu pelaminan berhias janur Melayu, sekarang berhias janur Bali. Meskipun demikian tetap ada bagian-bagian yang dipertahankan atau sama sekali tidak berubah. Itulah yang disebut aluó nón kan dituruik, aluó adat busandi kó syarak.
Saat ini, kita ingin pula kembali melihat sesekali ke belakang dan untuk menyelamatkan ‘tungguo pómarasan’ dan sosok batang jerami yang ditinggalkan nenek moyang kita. Kita pun sudah kembali mencari yang hilang, sadar untuk menguakkan yang tersembunyi, menggali yang tertimbun, dan membangkitkan yang terendam. Adat lama yang sudah usang itu akan kita ajarkan kepada orang-orang muda karena disitu ada ajaran yang bermanfaat.
Dalam tulisan yang ringkas ini, saya lebih ingin memberikan sedikit ilustrasi tentang prosesi uluo jawek anta turimó tandó. Dari situ, dapatlah kita melihat bagaimana, siapa dan kapan pelaksanaanya dilakukan menurut sepanjang adat. Tulisan ini memang agak sedikit timpang karena tidak ada tulisan pendahulu mengenai rangkaian adat nikah kawin luhak Rambah. Sehingga bagi pembaca yang belum sama sekali mengenali adat nikah kawin luhak Rambah akan sedikit bertanya-tanya tentang apa kejadian sebelum proses yang ini dilakukan. Semoga di kesempatan yang lain, kami bersama mak Hasrijal, bisa melengkapinya.
Sesampainya rombongan pihak laki-laki (mempelai= si laki-laki) di rumah (pengantin= si perempuan) maka pihak laki-laki langsung ke selasar, bersalam-salamlah rombongan yang baru tiba dengan orang yang sudah duduk menanti di sekeliling, setelah itu barulah duduk datuk dengan rombongannya di tempat yang sudah dilapangkan (disediakan tempat khusus). Rombongan kaum sokó dengan sómondó sokónyo naik lewat pintu belakang, bersalam-salaman juga dengan orang yang menanti di belakang. Duduklah rombongan itu berdepan-depanan dengan orang yang menanti. Begitulah menurut sepanjang adat.
Sesudah minum dan lepas penat, maka berkatalah tuó sómondó sokó sebelah lakilaki kepada kaum sokónya untuk meminta tepak nón sóbuah untuk memulai pinang meminang. Maka dari ilustrasi ini dapatlah kita melihat bahwa yang melakukan proses pinang meminang ini adalah kaum ibu-ibu (sokó). Setelah itu diserahkan kepada datuk untuk uluo jawek anta turimó tandó, dan dari datuk adat diserahkan pula kepada pejabat setempat (yang bukopak leba, burambai panjang) untuk seterusnya diserahkan pula kepada seluruh yang berhadir dan selanjutnya dirundingkan kapan hari nikah kawinnya dilaksanakan.
Uluo jawek anta turimó tandó bermakna pihak keluarga laki-laki mengantarkan peralatan yang telah disepakati oleh niniek mamak pihak laki-laki dan pihak perempuan, peralatan tersebut berupa; 1) tepak sirih lengkap dengan isinya dan dibungkus dengan kain hitam, 2) pakaian sopongadak pakaian lengkap berupa sehelai kain panjang, sepotong kain untuk pakaian, sehelai kain tudung kepala, yang dibungkus dengan rapi, 3) sehelai kain sarung untuk sombah bórisi yang natinya akan diberikan kepada mamak adat pihak perempuan. Perlengkapan tersebut dibawa ke rumah pihak perempuan oleh kaum sokó mempelai laki-laki, tepak dibawa oleh móntuo (istri mamak adat mempelai laki-laki) sedangkan bungkusan kain tandó dibawa oleh urang sumondó yang perempuan di dalam kaum mempelai laki-laki.
Begitu ilustrasi ringkas mengenai prosesi ini. Dek lah samu popek bak anak jonjang, lah samu panjang bak tali tanggó. Disitulah habis perundiangan uluo jawek anta turimó tandó menurut sepanjang adat.
Pasir Pengarayan, 2 March 2022
Sumber Rujukan:
Hamidy (kuliah Studi Budaya Melayu, Universitas Riau, 2006)
Syam, Junaidi. 2007. Trombo Rokan. Rokan Hulu: Yayasan Garasiumy
Faham, Taslim. 2013. Cakap dan Caró dalam Nikah Kawin Adat Rambah. Pasir Pengarayan: LAM Rohul