Hari ini sudah 17 Syawal 1444 H, artinya sudah tujuh belas hari berlalu bulan Ramadan. Seperti biasanya tradisi masyarakat Indonesia banyak yang mengadakan acara Halalbihalal. Sebuah acara yang tujuannya silaturahim dan saling memaafkan. Kebanyakan acara halalbihalal ini dilaksanakan oleh instansi atau institusi atau juga sekelompok masyarakat.
Penulis ingin menceritakan kembali perihal halalbihalal ini, yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh Harian Pagi Riau Pos pada 13 Agustus 2014 dalam halaman Mancing Asyik. Ini tentang kisah para anggota dan pengurus Komunitas Pemancing Riau (KoPeR) yang mengadakan acara halalbihalal di Desa Buluh Cina. Berdasarkan wacana yang diusung oleh Pemerintah Desa Buluh Cina bahwa mereka ingin menjadikan desa mereka sebagai Desa Wisata. Salah satu poinnya adalah sebagai Desa Wisata Memancing karena desa ini memiliki banyak spot mancing yang potensial.
Berikut inilah tulisan yang diterbitkan dalam halaman Mancing Asyik Riau Pos terebut:
Halalbihalal ala Angler
Hari Raya Idul Fitri 1435 H telah berlalu, saatnya memasuki bulan Syawal. Bulan ini menurut pemahaman dijuluki sebagai bulan yang baik. Untuk merayakan dan mengapresiasi bulan yang baik ini biasanya diadakan acara yang disebut halalbihalal. Sebuah acara yang intinya adalah saling bermaafan, yang kemudian dirangkai dengan acara jamuan makan dan tausiah serta acara lainnya. Biasanya acara halalbihalal ini diadakan oleh suatu institusi, baik itu perusahaan ataupun instansi dan lembaga lainnya.
Sebuah lembaga komunitas yang menaungi para angler (pemancing) di Riau, Komunitas Pemancing Riau (KoPeR), tidak ketinggalan pula dalam mengadakan acara halalbihalal ini. Namun yang namanya acara kalau dilaksanakan oleh komunitas pemancing tentu sangat berbeda dari yang lainnya. Yang pastinya tidak akan jauh dari aktivitas memancing. Sehingga acara ini boleh dikatakan sebagai halalbihalal ala angler.
Disepakati bahwa acara halalbihalal ini dilaksanakan pada hari Ahad, 10 Agustus 2014, yang bertempat di Desa Buluh Cina, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Pihak pemerintah Desa Buluh Cina menyambut baik acara tersebut dilaksanakan di desa mereka. Karena manfaatnya tentu akan memperkenalkan desa ini kembali kepada masyarakat. Sebelumnya desa Buluh Cina ini sudah dikenal dengan desa wisata, namun beberapa tahun belakangan ini pamornya terasa meredup.
Selain acara silaturahmi biasa, maka kesempatan ini dimanfaatkan oleh pengurus komunitas pemancing dan pemerintah desa untuk saling menyampaikan pandangannya terhadap pengembangan wisata dan pelestarian lingkungan. Terungkap dalam pertemuan tersebut keinginan dari pemerintah Desa Buluh Cina untuk menjadikan minimal dua buah danau diantara danau-danau yang ada sebagai danau wisata memancing. Ide dan konsep wisata memancing ini disambut baik oleh Komunitas Pemancing Riau karena sangat sesuai dengan visi dan misinya.
Sebagai komunitas yang menaungi ratusan pemancing tentu KoPeR dapat berpartisipasi sebagai yang pertama memanfaatkan danau wisata memancing tersebut. Sedangkan bagi Desa Buluh Cina tentu wisata memancing ini akan memacu peningkatan ekonomi masyarakat. Masyarakat dapat menyediakan kebutuhan para pemancing seperti jasa sewa perahu, pengadaan makanan dan minuman dan bahkan alat-alat pancing yang dibutuhkan. Kerja sama seperti ini diharapkan dapat terwujud dengan terealisasinya program pemerintah Desa Buluh Cina ini. Dan pihak-pihak yang terkait seperti pemerintah dan swasta tentunya sangat diharapkan dukungannya.
Untuk menyiapkan dua danau itu sebagai danau wisata memancing maka diperlukan pembenahan beberapa sarana yang sebenarnya telah ada. Selain sarana, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, ketersediaan ikan. Untuk ini perlu dilakukan restocking ikan-ikan tertentu yang menjadi target memancing, seperti toman, sebarau, baung, dan lain-lain. Atau juga ikan-ikan budi daya lainnya seperti nila, gurami, mas, lele, dan bawal. Namun untuk menjaga supaya danau itu tetap seperti aslinya maka ikan-ikan lokal yang harus di-restocking. Ikan-ikan predator lokal seperti toman, gabus dan sebarau hanya bisa hidup dan berkembang jika ikan-ikan kecil lain sebagai mangsanya yang hidup di sana. Dan tentunya ikan-ikan mangsa juga harus tersedia dalam jumlah yang cukup.
Kedua, manajemen pengelolaan yang baik. Pengelolaan wisata memancing apakah administrasinya ataupun fisiknya harus dilakukan secara baik, transparan, dan jelas aturan-aturannya. Ketiga, pengawasan harus dilakukan secara terpadu. Pengawasan dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas yang akan merusak lingkungan dan habitat ikan. Misalnya kegiatan menuba, menyetrum dan menangkap ikan secara berlebihan yang dilarang harus diawasi dan dicegah. Keempat, pelayanan yang baik terhadap pelanggan. Para pelanggan adalah pemancing yang memanfaatkan program ini. Kesan dan kepuasan yang dirasakan akan menjadi pemacu pelanggan untuk kembali memancing di sini. Dengan sendirinya program wisata memancing ini akan senantiasa berkembang.
Kembali pada acara halalbihalal yang dilaksanakan itu, setelah semua peserta berkumpul dan mendengarkan pandangan semua pihak, maka acara makan siang bersama pun dilaksanakan seadanya. Keindahan yang tercipta terjadi ketika makan siang bersama di pinggir danau yang luas, dinaungi oleh pepohonan tinggi besar yang teduh. Kesempatan seperti ini sangat jarang didapatkan. Dan sepasang danau, yang dinamai Danau Baru dan Danau Tanjung Putus, menyediakan lokasi dan kesempatan seperti ini.
Setelah makan siang dan beristirahat sejenak, para pemancing pun mencoba keberuntungan mereka. Masing-masing mencari tempat yang potensial di danau dan juga di sungai Kampar Kanan yang tidak jauh dari situ. Ada yang casting mencari toman, gabus dan sebarau. Ada pula yang menggunakan pancing dasaran dan pelampung dengan target ikan-ikan lainnya. Hari itu semua bergembira. Bukan hasil memancing yang terpenting, namun kebersamaan dan kekompakan yang tercipta saat itulah yang menjadi tujuan utama.
Terima kasih,
Penulis,
Hasrijal Farmaduansa