Pasir Pengaraian (14/11/2022) – Abdul Wahab Rokan atau yang lebih dikenal sebagai Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi An-Naqsyabandi adalah seorang ulama termasyhur. Dikutip dari id.wikipedia.org bahwa beliau lahir 28 September 1811 di Kampung Danau Runda, Desa Rantau Binuang Sakti, Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Wafat di Besilam, Sumatra Utara, 27 Desember 1926 dalam umur 115 tahun. Beliau adalah ulama fikih, sufi dan mursyid Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
Asal usul beliau dijelaskan juga bahwa Syeikh Abdul Wahab Rokan lahir dengan nama Abu Qosim, setelah menunaikan ibadah haji ia berganti nama menjadi Haji Abdul Wahab. Sedangkan tambahan nama Rokan menunjukkan bahwa ia berasal dari wilayah Sungai Rokan (tepatnya Rokan Kanan). Ia lahir dari keluarga bangsawan yang berpendidikan, taat beragama dan sangat dihormati. Ayahnya bernama Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Tuanku Abdullah Tambusai, seorang ulama terkemuka di kampungnya, sedangkan buyutnya bernama Tuanku Tambusai, seorang ulama dan pejuang yang masih keturunan keluarga Kerajaan Islam Siak Seri Inderapura. Ibunya bernama Arbaiyah binti Dagi yang masih keturunan Kesultanan Langkat, Sumatra Utara.
Sekarang ini di tanah tempat kelahirannya, yaitu Rantau Binuang Sakti, Luhak Kepenuhan Negeri Beradat telah dibangun Madrasah Suluk yang diberi nama Madrasah Suluk Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi An Naqsabandi. Menurut informasi dari Tokoh Budaya Riau asal Kepenuhan Ismail Hamkaz Dt. Podano Montoi, bahwa hari ini Senin (14/11/2022) bertepatan dengan 19 Rabiul Akhir 1444H setelah waktu Asar, Insya Allah diadakan acara “Kolua Suluk”. Yaitu berakhirnya ibadah suluk 10 hari dalam rangka Milad Ke-211 Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi An Naqsabandi. Suluk 10 hari tersebut diikuti oleh 150 jamaah yang berasal dari berbagai daerah. Kegiatan suluk 10 hari ini merupakan tahun ke-4 dilaksanakan di Madrasah Suluk tersebut.
Kisah dan sejarah Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan ini dapat dibaca dalam berbagai buku tentang beliau ini dan juga dapat didengarkan langsung dari para murid beliau, baik yang ada di Rantau Binuang Sakti maupun yang ada di Besilam, Sumatra Utara. Sebagaimana diketahui bahwa perjuangan beliau dalam menegakkan agama tidak disukai oleh penjajah Belanda waktu itu. Beliau pernah ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Madiun, Jawa Timur. Selepas pengasingan itu beliau selalu dicurigai, maka itulah sebabnya beliau pindah ke wilayah Sumatra Timur (sekarang Sumatra Utara) dan mendirikan perkampungan serta pondok pesantren di sana.
Perjuangan beliau ini baik terhadap penegakan agama maupun mendidik anak bangsa adalah sesuatu yang patut dihargai. Oleh sebab itu turun tangan pemerintah diperlukan dalam memfasilitasi sarana dan prasarana yang diperlukan, terutama di kampung halamannya Rantau Binuang Sakti. Pembangunan akses berupa jalan yang baik, dan bangunan fisik tempat beribadah layak untuk diprioritaskan. Karena jamaah dan pengikut beliau sering berkunjung ke tanah kelahirannya, dan ini merupakan peluang juga dalam bidang ekonomi yang dapat dijadikan sebagai Wisata Religi. (hf)