Hati yang Lapang Lebih Baik Daripada Rumah yang Luas
Oleh: Hasrijal (Tenaga Pendidik STKIP Rokania)
Sangat mengesankan cerita sufi yang sering disampaikan dalam beberapa kesempatan. Cerita tersebut tentang kegundahan seorang kaya yang akhirnya dapat diobati setelah berjumpa dengan seorang kiai. Di sini saya mencoba menuliskan kembali cerita tersebut dalam versi yang saya pahami. Pernah saya tuliskan di media sosial facebook pada 27 April 2009. Kira-kira 13 tahun yang lalu, ceritanya seperti ini:
Ada seorang pemuda kaya yang memiliki harta berlimpah. Rumah yang besar, luas dan gagah. Sarana dan prasarana lengkap di dalam dan luar rumah. Namun sang pemuda tetap saja merasa gelisah. Untuk memejamkan mata saja di kala malam begitu susah. Sang pemuda kelihatan sehat tetapi hatinya begitu gundah. Entah apa yang menyebabkan sang pemuda ini gundah gulana dan resah.
Sang pemuda mencoba mencari ketenangan jiwa. Beberapa dokter terkemuka dijumpainya. Obat tidur yang diberikan sungguh tidak mempan lagi mengobati resahnya. Hingga suatu saat sang pemuda menjumpai seorang tua. Biasa dipanggil kiai di tempat tinggalnya. Sang pemuda menceritakan kegalauan hatinya. Pak kiai mendengarkan seluruh curahan hati sang pemuda dengan seksama. Tidak ada satu katapun yang dilewatkannya.
Setelah sang pemuda menceritakan semua, pak kiai mengambil sebuah gelas. Di depan sang pemuda, dituangkanlah air putih ke dalam gelas itu hingga setengahnya. Kemudian pak kiai tersebut menaburkan semacam serbuk ke dalam gelas itu. Kemudian diaduknya beberapa saat. Lantas disodorkannya kepada sang pemuda, dan pemuda itu disuruh meminumnya. Setelah diminumnya, sang pemuda terbatuk-batuk dan meludahkan sebagian minuman tersebut. Pak kiai menanyakan bagaimana rasa air tersebut. Sang pemuda menjawab : “Aduh pahit pak kiai….” Pak kiai tersenyum dan mengangguk-angguk.
Kemudian pak kiai menggandeng tangan sang pemuda dan mengajaknya ke telaga di belakang rumahnya. Setelah sampai pak kiai mempersilakan si pemuda memperhatikan telaga. Air telaga yang jernih dan bening itu menimbulkan rasa haus. Pak kiai yang arif ini kemudian mengeluarkan serbuk yang sama dan menuangkannya ke dalam telaga. Serbuk tadi larut dan tidak kelihatan lagi. Kemudian pak kiai menyuruh sang pemuda untuk minum air telaga tersebut beberapa teguk. Lalu bagaimana rasanya? “Rasanya sejuk dan segar….”, kata pemuda itu.
Lalu kiai yang arif itu memberikan nasihatnya. “Segala permasalahan yang ada di dunia ini tidak ubahnya seperti segenggam serbuk pahit. Jika kamu tuangkan ke dalam gelas, maka air dalam gelas itu akan terasa pahit. Tetapi jika kamu tuangkan ke dalam telaga, justru akan menyegarkan seperti yang telah kamu rasakan. Begitu pula dengan permasalahan yang kamu hadapi. Kegelisahan dan gundah gulana yang kamu rasakan. Semua tergantung pada tempat kamu meletakkan permasalahan tersebut, pada tempat sebesar gelas atau pada sebuah telaga. Begitulah, semuanya akan terasa plong jika permasalahan itu kita tempatkan dan hadapi dengan hati yang lapang dan ikhlas.” Hati yang lapang lebih baik daripada rumah yang luas.
(Hasrijal, for my friends @facebook. Pekanbaru, 27 April 2009)