Kesetaraan Dalam Perbedaan
Oleh: H. A. U. Chaidir
Dalam dunia perfilman nasional, ada satu event bergengsi yang digagas oleh dua orang tokoh perfilman kita yaitu Usmar Ismail dan Djamaluddin Malik, pada tahun 1955 lalu, yang sampai sekarang masih diselenggarakan setiap tahunnya. Namanya “Pekan Festival Film Indonesia”, yang lebih dikenal dengan FFI.
Pada ajang festival tersebut, dewan juri melakukan penilaian terhadap semua pihak, bahagian dan elemen yang terkait dalam rantai proses pembuatan film, mulai dari penulis cerita, sutradara, sampai kepada pemeran laki-laki dan pemeran perempuan dalam semua kategori. Kemudian kepada para pemenang dari semua kategori, dianugerahkan penghargaan berbentuk piala dan piagam dengan bobot yang sama, pada waktu yang sama, dan di panggung yang sama pula, yaitu pada acara puncak, “Malam Penganugerahan Piala Citra Festival Film Indonesia”. Walaupun mereka melakoni peran yang berbeda-beda, namun semua dipandang, dihargai dan dinilai “sama dan setara”.
Aktor Drama Kehidupan
Demikian pula halnya dengan kita manusia. Tuhan telah menganugerahkan bumi ini berikut dengan segala fasilitas dan kelengkapan sarana pendukung, menjadi panggung drama kehidupan manusia. Kitalah yang menjadi aktor dari drama kehidupan yang disutradarai oleh Tuhan Yang Maha Agung ini. Aktor dituntut untuk melakoni drama sesuai dengan peran dan skenario yang diberikan. Untuk mengetahui peran yang dipercayakan kepada kita, bisa dilakukan dengan mendeteksi dan mengenali bakat, kecenderungan serta potensi yang ada dalam diri kita.
Itulah yang menyebabkan kita didunia ini mempunyai berbagai-bagai macam ragam aktifitas, profesi dan kedudukan. Ada yang menjadi guru/murid, buruh/mandor, produsen/konsumen, pedagang/petani, karyawan/wiraswasta, ustadz/jama’ah, pengacara/klien, dokter/pasien, pemerintah/rakyat, dan seterusnya.
Terkait dengan ini, ada contoh sederhana yang mungkin luput, tidak pernah terlintas di pikiran kita, yaitu riwayat segelas aqua kecil pelepas dahaga. Siapa yang pernah merenungkan, berapa banyak orang dan elemen yang ikut terlibat dalam menghasilkan segelas aqua kecil (180 ml), mulai dari proses pembuatan awal dan pendistribusian hingga sampai ke tangan kita?
Dimulai dari pekerja yang paling rendah sampai direktur, dari ekspedisi dan buruh bongkar muat, dari agen sampai ke pedagang grosir, dari toko ke kedai/kios pengecer, dari kedai pengecer inilah segelas air mineral baru sampai ke tangan kita untuk diminum buat pelepas dahaga. Satu rangkaian proses pembuatan dan distribusi panjang, yang kesemuanya itu melibatkan peran manusia. Kontribusi mereka yang berbeda-beda itu sama pentingnya di dalam proses untuk menghasilkan segelas aqua yang tengah berada di tangan kita.
Inilah gambaran rangkaian rantai produksi dan distribusi dari suatu produk dalam pemenuhan hajat untuk kelangsungan hidup yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa melibatkan orang, elemen serta komponen diluar diri kita. Begitulah fitrah kita sebagai makhluk sosial yang saling punya keterkaitan dan ketergantungan dengan pihak-pihak lain, karena kita sendiri tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan diri kita. Perbedaan profesi dan kedudukan yang sinergitas itulah yang melahirkan dinamika kehidupan kita ini.
Perbedaan Dalam Aspek Kehidupan Sosial
Karena kita makhluk sosial, yang tidak dapat memenuhi hajat keperluan hidup secara mandiri, maka seyogianya kita memandang dan memahami perbedaan itu sebagai keniscayaan yang terintegrasi untuk pemenuhan kebutuhan kita guna menjaga kelangsungan hidup.
Kesimpulan
* Tuhan menciptakan kita dengan misi, sebagai khalifah dimuka bumi ini.
* Tuhan memberi peran yang berbeda di antara kita.
* Tuhan memandang semua peran itu setara, yang membedakan hanya mutunya dengan menggunakan parameter taqwa.
* Kita manusia ini pada hakikatnya adalah setara.
Dengan demikian maka masih pantaskah kita memandang, menilai atau menghargai peran, profesi atau kedudukan si A lebih baik dari si B, atau si C lebih mulia dari si D, atau si E lebih penting dan si F dan seterusnya. Apalagi menganggap diri lebih dari segala hal terhadap orang lain, yang meminjam sifat iblis yang enggan untuk hormat kepada nabi Adam, karena merasa dirinya lebih mulia dari pada nabi Adam.
Mari kita belajar memandang atau memahami peran, posisi, kedudukan orang lain di dalam kehidupan ini sebagai “satu rangkaian sinergitas terintegrasi” yang saling terkait antara satu sama lainnya yang tidak boleh terputus, dalam pemenuhan hajat dan tujuan hidup kita, yang kita sarikan dalam satu ungkapan, “Kesetaraan Dalam Perbedaan”. Setara dalam misi dan tanggung jawab sesuai dengan peran yang diemban. Berbeda terkait fungsi, posisi, kedudukan didalam bingkai “sinergitas terintegrasi”. (disarikan dari berbagai sumber).
Pekanbaru, 8 Agustus 2025 .