Ketika Profesi Menjadi Kiprah
Mentransformasi Profesi Menjadi Kiprah
oleh : A. U. Chaidir
Pernahkah hidup terasa seperti rutinitas kosong – bangun, bekerja, pulang, tidur, lalu mengulanginya esok hari? Hari-hari berlalu, tapi batin terasa tak bergerak maju. Seolah-olah tak tahu sedang menuju ke mana. Penulis pun pernah mengalami hal serupa.
Dinamika hidup terus berjalan, tetapi batin serasa tak bergerak ke depan. Mungkin banyak orang yang tengah mengalami seperti demikian – tidak peduli profesinya, mulai dari yang biasa, hingga yang mentereng dan mapan.
Salah satu indikasi, betapa banyak kita dengar dan baca di media massa, orang yang terlihat sukses dan mapan, merasa hidup gersang, kosong dan hampa, serta diperpuruk oleh tekanan yang mendera. Bahkan ada yang berujung tragis dengan mengakhiri hidupnya.
Apa sebenarnya yang salah dengan ini? Profesi mentereng, karir moncer, materi jangan ditanya, tapi jiwa terasa kosong. Problemnya dimana – di suksesnya kah, di profesinya kah, atau dari cara menyikapi?
Untuk itu mari kita coba telusuri bersama, kita mulai dari:
I. Profesi.
Profesi ialah pekerjaan yang memerlukan keahlian, keterampilan, dan pengetahuan khusus, yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan, seperti guru, dokter, akuntan, konsultan dan technician (teknisi). Namun masyarakat umum memahaminya sebagai pekerjaan.
II. Kiprah.
Kiprah ialah keterlibatan, aktif berperan, dan menunjukan kemampuan atas panggilan jiwa. Bekerja bukan lagi karena menjalankan perintah atau menunaikan kewajiban, dan tidak transaksional, bekerja karena panggilan jiwa.
Banyak orang memandang profesi sebagai alat pencari nafkah atau status sosial. Padahal, jika dijalani sebagai kiprah, ia menjadi sarana aktualisasi dan pengabdian, yang akan membentuk sudut pandang terhadap profesi menjadi:
- Sebagai Ruang Berkiprah
Profesi bukan hanya tentang pekerjaan, atau cara mencari nafkah – ia adalah arena aktualisasi diri, tempat seseorang memberi kontribusi, manfaat dan memperluas pengaruh positif. Ketika kita memandang profesi sebagai ruang berkiprah, kita sedang melihatnya sebagai ladang untuk:
— Mewujudkan potensi diri;
— Menyumbangkan ide dan karya;
— Membentuk makna hidup;
— Serta memberi efek kepada masyarakat.
- Bukan Sekedar Jabatan
Banyak orang terjebak memandang profesi hanya dari sudut sosial dan materi. Tapi kalau kita melihat dari ruang kiprah, maka ukurannya akan lebih dalam:
— Apakah aku tumbuh di dalamnya?
— Apakah aku berkontribusi lewat profesi ini?
— Apakah profesi ini menjadi saluran kebaikan bagi orang lain?
- Setiap Profesi Punya Ruangnya
Apapun profesi kita – guru, pedagang, tukang, penulis, pebisnis, dokter, pengacara, akuntan – masing-masing punya ruang untuk berkiprah. Tidak ada yang lebih tinggi, dan tidak ada pula yang lebih rendah secara makna, jika dijalani dengan pengabdian.
- Keterkaitan Dengan Jati Diri
Melalui profesi seseorang menemukan identitas dan jati diri. Semakin selaras profesi dengan nilai -nilai pribadi, semakin luas pula ruang untuk berkiprah secara utuh – baik secara profesional, sosial, dan spiritual.
Bila Kiprah Sudah Menjadi Roh Profesi:
— Seorang guru tidak lagi melihat pekerjaan hanya mengajar semata, tapi membentuk karakter.
— Seorang tukang merasa bangga, karena ikut membangun rumah-rumah yang penuh cinta.
- Bekerja dengan sepenuh hati (integritas).
Ketika profesi dilihat sebagai kiprah, maka bekerja bukan lagi karena perintah, gaji, atau upah, tapi karena ada nilai-nilai yang ingin diwujudkan, berupa integritas, yaitu kesatuan antara fikiran, ucapan dan tindakan. Ini menjadikan pekerjaan sebagai ibadah, bukan sekedar tugas.
- Bekerja enjoy, nyaman, tanpa beban.
Ketika seseorang berkarya di ruang kiprahnya, penat dan lelah memang terasa, tapi beban batin tak menumpuk dan tak menyandera, karena pekerjaan itu panggilan jiwa, bukan karena tekanan atau terpaksa. Bahkan tantangan pun dirasa sebagai bagian dari pertumbuhan, bukan ancaman.
- Merasa berada dalam satu team.
Kiprah sejati melahirkan rasa memiliki, bukan sekedar menjadi roda kecil dalam sistem besar. Kolaborasi bukan sekedar kerja sama formal, tetapi tumbuh dari kesadaran bahwa kita bersama tengah mewujudkan sesuatu yang lebih besar dari diri kita.
- Gaji dan kompensai sebagai apresiasi.
Bila profesi telah menjadi kiprah, maka uang bukan lagi motivasi utama, tapi buah dari pengabdian. Ia datang sebagai bentuk penghargaan, bukan transaksional. Ini membebaskan kita dari perbudakan materi.
- Hidup damai, jauh dari stres dan depresi.
Ketika hati selaras dengan peran, maka disitulah tumbuh kedamaian batin secara alami. Orang yang berada di jalur kiprahnya tidak mudah terkena stres, karena ia tidak sedang menjalani hidup orang lain. Ia telah menemukan tempatnya sendiri.
“Profesi sebagai kiprah adalah ketika pekerjaan berubah menjadi pengabdian, dan hasil kerja menjadi warisan nilai-nilai”
Penutup.
Mungkin, bagi sebagian dari kita memandang profesi sekedar pekerjaan rutin. Tapi siapa tahu, dibalik rutinitas sehari-hari, tersimpan ruang kecil untuk berkiprah, hadir lebih utuh, dan menjalani hidup dengan lebih sadar. Bukan berarti kita langsung berubah segalanya.
Tapi cukup hanya dimulai dengan bertanya kepada diri sendiri. :
— Apakah sebenarnya yang sedang saya bangun lewat profesi saya ini?
— Apakah saya sekedar hadir, atau saya sedang berkarya?
— Sudahkah saya menemukan rasa, dibalik rutinitas ini?
Penulis tidak bermaksud memberikan kesimpulan pasti, karena penulis pun masih dalam perjalanan. Namun siapa tahu, dari percakapan kecil ini, ada satu, dua hal yang bisa pembaca renungkan.
Salam !
Pekanbaru, 8 Oktober 2025.