Tulisan ini pernah terbit di surat kabar Harian Pagi Riau Pos, edisi Minggu 6 Oktober 2013, halaman 31. Berikut ini penulis hadirkan kembali.
Mancing Belut, Siapa Takut?
Ikan belut (Monopterus albus, Zuiew 1793) adalah sejenis ikan yang badannya panjang dan mirip ular. Kulitnya licin dan berlendir. Belut sangat sulit untuk dipegang. Siapapun pasti tahu dengan belut. Namun tidak semua orang menyukainya. Padahal belut adalah ikan konsumsi yang penting. Orang Jepang dan Korea sangat menyukainya. Hal ini karena kelezatan daging belut serta kandungan gizi yang tinggi.
Berdasarkan penelitian dari berbagai sumber diketahui bahwa kandungan gizi dalam daging belut sangat tinggi. Kandungan gizi tersebut diantaranya adalah protein 18,4g/ons, yang setara dengan protein daging sapi. Kemudian asam amino leusin yang berguna untuk perombakan dan pembentukan protein otot. Asam amino ini sangat penting bagi pertumbuhan anak. Lalu ada asam amino arginin, sejenis asam amino non esensial yang juga penting bagi anak-anak. Namun, dari tes laboratorium diketahui bahwa arginin juga berfungsi menghambat pertumbuhan sel-sel kanker payudara. Selanjutnya ada mineral seperti zat besi yang kadarnya lebih tinggi dari pada yang ada pada telur dan daging.
Kandungan fosfor pada daging belut nilainya dua kali lebih tinggi dibanding pada telur. Fosfor sangat berguna untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tulang. Kemudian vitamin-vitamin seperti vitamin A dan B cukup tinggi kandungannya pada belut. Selain itu belut juga mengandung lemak yang tinggi. Lemak pada belut mengandung vitamin D yang sangat diperlukan oleh tubuh. Kandungan gizi lainnya yang tidak boleh dilupakan adalah Omega 3. Asam lemak ini tidak bisa diproduksi di dalam tubuh sendiri sehingga harus didapatkan dari sumber makanan seperti belut ini. Jadi oleh sebab itu, belut merupakan ikan konsumsi yang sangat kaya dengan gizi.
Harga belut di pasaran juga tergolong tinggi. Belut-belut ini biasanya diperoleh dengan dipancing atau menggunakan lukah/bubu. Namun sekarang belut sudah dibudidayakan baik secara komersial maupun untuk kebutuhan sendiri. Bagi masyarakat yang berada di Riau, terutama pada daerah-daerah yang banyak sungai dan rawa mencari belut bukanlah perkara yang sulit. Belut banyak dijumpai di pinggiran sungai, kanal sawit, selokan, rawa, sawah, dan danau. Keberadaan belut dapat menjadi indikator bagusnya lingkungan perairan. Ikan ini sangat menyukai perairan yang berlumpur dan air yang tenang. Bahkan ikan ini dapat hidup di wilayah yang lembab tanpa air. Belut suka bersembunyi pada siang hari di lubang-lubang yang dibuatnya di tepi sungai. Namun pada malam hari umumnya keluar untuk mencari makanan. Makanannya berupa anak-anak ikan, katak, serangga, cacing dan bahkan kanibal sesamanya.
Memancing belut memang susah-susah gampang. Ada pemancing yang memang sengaja memancing belut. Ada pula pemancing yang menargetkan ikan lain namun yang dapat malah belut. Perangkat memancing belut sangat sederhana. Tidak perlu pakai joran. Hanya dengan menggunakan tali pancing yang kuat sepanjang 1 – 1,5 meter. Kemudian pada ujungnya dipasangkan mata kail ukuran sedang. Pada mata kail dikenakan umpan berupa cacing, kodok atau anak ikan. Kemudian carilah lubang-lubang belut. Umpan dimasukkan ke dalam lubang belut, kemudian digetar-getarkan atau ditarik ulur. Ini dilakukan untuk menarik perhatian belut yang ada di dalamnya. Dan jika belut itu ada maka dia segera memakan umpan. Biarkan sejenak dia memakan umpan kemudian tariklah. Sensasi tarikannya memang unik. Belut akan membawa pancing semakin dalam. Saat itu pemancing harus melakukan perlawanan dengan menariknya keluar. Kegiatan tarik ulur dengan belut ini akan terjadi beberapa saat. Tergantung besar atau kecilnya belut yang kena. Di saat seperti inilah pentingnya perangkat pancing yang kuat.
Pemancing yang memiliki pengalaman dalam memancing belut ini salah satunya ialah Hendri Datuk. Salah seorang anggota Komunitas Pemancing Riau dari Pangkalankerinci, kabupaten Pelalawan. Dia pernah mendapat belut yang beratnya 1,8 kg per ekor. Spot mancing belut yang sering dikunjunginya adalah kanal-kanal di seputaran jalan dari Pangkalankerinci ke Rantau Baru. Kanal-kanal di pinggir jalan ini cukup potensial karena terhubung dengan rawa dan perairan yang luas. Selain itu kanal-kanal yang ada di pinggir jalan jalur Lintas Timur juga banyak belutnya. Sekali pergi memancing belut biasanya mereka memperoleh puluhan ekor. Belut-belut ini dikonsumsi sendiri dan juga dibagikan dengan tetangga. Menu masakan belut yang digemarinya ialah belut goreng cabe hijau. Sebelum digoreng daging belut dipukul-pukul dahulu untuk melumatkannya supaya bumbu mudah meresap ke dalam daging.
Tidak semua pemancing yang suka mancing belut. Hal ini mungkin karena tampilan belut itu sendiri. Belut sangat licin sehingga sulit dipegang. Sebagian orang merasa geli dan bahkan jijik dengan belut. Namun Hendri Datuk ini sudah terbiasa memegang belut. Belut sebesar apapun berani dipegangnya. Karena menurutnya selama memancing belut belum pernah digigitnya. “Mancing belut! Siapa takut?” Begitu katanya. Yang ditakutkannya saat mancing belut hanyalah ular. Ular sering bersembunyi di lokasi-lokasi mancing. Menurutnya, pemancing harus hati-hati terhadap binatang berbisa seperti ular yang ada di spot.
Para pemancing yang mempunyai target ikan gabus dan ikan-ikan kecil lainnya sering juga mendapat belut. Biasanya kena tajur yaitu pancing yang dipasang dan dibiarkan sekian lama, dengan umpan cacing atau anak ikan. Bagi mereka yang menyukait belut, dapat dengan cara begini merupakan suatu bonus tersendiri. Hal ini pernah dialami oleh Eddy Sambas, seorang pemancing kawakan dari Duri. Dia bermaksud memancing toman dan gabus menggunakan umpan cacing. Toman dan gabus sebagai ikan sasaran memang didapatkannya. Namun ada satu bonus lagi yaitu belut yang lumayan besar. Segera setelah dapat belut dia pun langsung pulang. Berharap dapat sambutan istimewa di rumah, malah sang istri tidak berani membersihkannya. Belut memang berbeda dibandingkan ikan lainnya, darah belut lebih banyak. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa jika terkena darah belut dan tidak segera dibersihkan maka akan menjadi kutil. Apakah ini benar atau hanya mitos, mungkin perlu dibuktikan secara medis.
Waktu memancing belut yang paling baik adalah malam hari. Karena belut ini ikan yang nokturnal. Namun belut juga mau makan di siang hari asalkan diketahui tempat sembunyinya. Banyak pemancing yang memang sengaja memancing belut yang hasilnya untuk dijual di pasar. Di beberapa tempat para anak-anak juga sering memancing belut. Terutama di sawah-sawah. Belut sawah ukurannya lebih kecil dari pada belut rawa. Belut-belut sawah ini sering ditemukan dijual di pasar-pasar sebagai ikan kering. Di beberapa rumah makan Padang sering ditemukan menu belut goreng kering yang dimakan jadi cemilan serasa kerupuk.
Mengonsumsi belut pada dasarnya baik untuk kesehatan. Hal ini telah menjadi gaya hidup di negara-negara seperti Jepang dan Korea. Padahal belut-belut tersebut umumnya diimpor dari negeri kita sendiri. Alangkah baiknya para generasi kita lebih sering mengonsumsi belut sebagai sumber protein. Apalagi dengan kondisi harga daging sapi yang cukup mahal. Protein dari daging belut merupakan alternatif yang baik dan kaya gizi. Selamat menikmati!
Penulis: Hasrijal Farmaduansa