Pernah saya menonton salah satu episode podcast-nya H. Rhoma Irama, Sang Raja Dangdut, yang menghadirkan tamu spesialnya yaitu Mansyur S. Mereka sesama pakar musik dangdut. Dalam podcast tersebut mengalir sebuah cerita tentang kegiatan memancing ikan baronang yang selalu dilakukan oleh Mansyur S. Seorang penyanyi yang hobi memancing, khusus spesialisasi mancing ikan baronang. Sangat menarik bagi saya ketika Mansyur S. mengatakan bahwa beberapa lagunya seperti Khana dan Rembulan Bersinar Lagi tercipta pada saat memancing di laut.
Ternyata lagu-lagu tersebut setelah diaransemen dengan baik, menjadi populer pada masanya dulu. Para pemuja dan penyuka lagu dangdut saya yakin tahu akan lagu-lagu itu. Apa yang menjadi poinnya di sini? Saya ingin mengatakan bahwa Mansyur S. saat memancing ternyata juga sedang mengukir kenangan. Yaitu kenangan ketika dia menciptakan lagu tersebut. Sekarang dia tinggal cerita ke sana ke mari tentang penciptaan lagu itu yang terinspirasi saat memancing.
Beberapa orang lainnya lagi memiliki pengalaman unik yang tidak terlupakan tentang memancing ini. Dapat saja berbentuk rekor ikan terberat sebagai hasil koleksi pancingan pribadinya. Bisa berupa ikan terbesar, terpanjang, ikan langka, dan lain sebagainya. Intinya adalah setiap trip memancing merupakan trip mengukir kenangan. Seperti sebuah ukiran, yang kadang-kadang dapat bernilai mahal. Dapat pula ukiran itu hanya sketsa saja dan bahkan tidak jadi. Dalam istilah memancing disebut dengan kata boncos atau bolok yang artinya tidak dapat ikan.
Kisah kenangan dalam memancing ini pernah saya ulas dalam artikel pendek di Riau Pos, halaman “Mancing Asyik” edisi 8 September 2013 yang berjudul “Memancing Mengukir Kenangan.” Intinya adalah kegiatan memancing yang dilakukan berpotensi menjadi kenangan terindah atau malah kenangan yang tidak ada indah-indahnya. Beberapa pokok pikiran dalam artikel tersebut dapat saya jelaskan kembali, terutama yang menyangkut rekor sekaligus menjadi kenangan terindah bagi teman-teman yang saya ceritakan di sana.
Misalnya Jonrefli yang lebih dikenal dengan nama medsos Papanya Caca Kevin, ikan toman perdananya didapat di Rantau Kasih, Kampar Kiri. Menjadi kenangan seumur hidupnya sebab untuk menaikkan ikan seberat 6,7 kg itu sampai dia harus bersusah payah. Joran pancing tipe antenanya sampai patah. Satu lagi poinnya ialah ikan tersebut didapatnya melalui teknik casting dengan lure frogi ketika saat itu orang belum banyak yang menggunakan teknik ini.
Kemudian ada pula teman saya bernama Deddy Agustian yang lebih dikenal sebagai Deddy Japank yang memiliki kenangan terindah dalam hal memancing ini. Dia pernah mendapat ikan kakap putih atau siakap atau barramundi di sungai Kampar sekitaran Desa Sering, Pelalawan. Tidak tanggung-tanggung berat ikan tersebut sampai 24 kilogram. Umpannya hanya roti, yaitu umpan ikan patin, karena targetnya sebenarnya ikan patin. Perlu diketahui bahwa ikan barramundi tersebut memang ikan laut atau payau, sesekali ikan ini juga sampai ke sungai yang airnya tawar.
Bukan hanya ikan barramundi, Deddy juga pernah menaikkan ikan patin seberat 22 kg. Juga di Sungai Kampar. Seperti pada foto di tulisan ini. Lokasi memancingnya di tengah sungai Kampar sekitaran Istana Sayap (lokasi Istana Kerajaan Pelalawan zaman dulu). Spot di sini memang dalam. Saya pernah mencoba memancing di sini bersama Deddy, dan dapat ikan patin seberat 3,5 kg. Satu lagi yang saya ingat selalu adalah terbangnya joran pancing saya ke sungai akibat disentak ikan. Kami menduga itu ikan patin besar. Setelah dicoba dengan berbagai usaha, tetap saja perangkat pancing saya itu hilang dibawa ikan.
Ini hanya beberapa kisah yang menjadi kenangan bagi sebagian pemancing. Saya yakin banyak sekali teman-teman pemancing yang memiliki kisah unik saat memancing. Ada kenangan yang indah dan bahkan ada kenangan buruk sekalian. Pada beberapa kesempatan nanti saya juga akan tuliskan kisah-kisah lucu dan lainnya ketika memancing ini. Inilah sebabnya saya ambil tema memancing mengukir kenangan.
Penulis: Hasrijal Farmaduansa