Pekanbaru (24/03/2023) – Edisi memancing di bulan Ramadan kali ini mengetengahkan kisah memancing sebagai pelengah puasa. Cerita ini sebenarnya sudah pernah diterbitkan di Harian Pagi Riau Pos edisi Ahad, 20 Juli 2014, dengan judul “Memancing, Pelengah Puasa.” Kadang-kadang puasa terasa berat saat dilaksanakan, namun ada berbagai kegiatan positif yang membuatnya terasa ringan. Salah satu kegiatan tersebut adalah memancing.
Inilah yang kami ketengahkan kembali, kisah lama yang di dalamnya ada cerita teman-teman pemancing yang tergabung dalam Komunitas Pemancing Riau (KoPeR). Mereka antara lain Aan Rayhan di Tapung, Rieko dan Eko di Kota Lama, Rokan Hulu. Kemudian ada Yance Hami dari Pekanbaru, ada Tonny dan Anton serta Alberto yang memancing di Buluh Cina, Kampar. Artikel singkatnya dapat diikuti berikut ini:
Memancing, Pelengah Puasa
Bulan Ramadan tidak menyurutkan keinginan orang untuk memancing. Meskipun ada kemungkinan risiko dehidrasi bagi yang berpuasa, namun ada saja cara untuk menyiasatinya. Seperti yang pernah ditulis pada Mancing Asyik, edisi Ahad 22 Juni 2014 yang lalu, bahwa ada beberapa tips memancing di bulan Ramadan yang perlu diketahui. Salah satu tipnya adalah mengatur waktu memancing. Waktu yang paling baik untuk memancing di bulan puasa antara lain subuh sampai pagi, sore menjelang berbuka dan malam hari.
Untuk kegiatan memancing ikan air tawar (fresh water fish) terutama yang berada di sungai-sungai dan danau, mestilah mengetahui terlebih dahulu kebiasaan ikan target. Pada umumnya ikan memiliki dua macam kebiasaan makan, yaitu ikan yang makan pada malam hari (nokturnal) dan ikan yang makan di siang hari. Walaupun ada yang sudah terbiasa makan pada waktu siang maupun malam hari.
Pada pagi hari ikan sebarau pun sudah mulai menyambar. Dan jika memancing di spot danau atau kanal maka ikan gabus dan toman juga sudah mau makan saat pagi hari. Karena pada umumnya ikan-ikan akan suka makan saat pagi hari. Baik untuk ikan nokturnal maupun tidak. Karena saat pagi itu ikan yang biasa makan siang hari akan merasa lapar sedangkan ikan nokturnal akan memilih kesempatan saat ikan-ikan mangsa yang kecil mulai aktif.
Untuk waktu subuh sampai pagi, disarankan memancing ikan yang kebiasaan makan dominannya saat malam hari. Teknik memancing yang digunakan adalah casting. Pemancing disarankan untuk pergi setelah selesai sahur / salat subuh dan bisa kembali lagi saat matahari terbit. Adapun jenis ikan yang jadi target utama untuk ini adalah ikan singarat/singarek (Belodonthychtys dinema), sebarau (Hampala macrolepidota), gabus dan toman. Spot di Riau yang ada ikan singarat ini adalah sungai Kampar Kanan, Kampar Kiri, Rokan Kanan, Rokan Kiri, Siak dan cabangnya Tapung Kiri dan Kanan.
Salah satu angler yang sudah merasakan tarikan singarat di waktu pagi ini adalah Aan Rayhan. Dia memancing pada hari Ahad (13/07/2014). Lokasi memancingnya di aliran sungai Kampar Kanan di sekitar Teratak Buluh. Ikan singarat yang didapat sekitar 2 kg dengan umpan minnow. Sebelumnya beberapa temannya juga sudah mendapat singarat di lokasi ini. Memang ikan ini masih banyak di perairan sungai Kampar Kanan dan Kiri. Namun untuk memancingnya harus diketahui lubuk dan waktu memancingnya. Ikan singarat ini biasanya bergerombol dalam jumlah yang banyak dan sering menunggu di lubuk-lubuk yang cukup dalam.
Selain waktu subuh dan pagi hari, memancing dalam bulan Ramadan ini juga lebih bagus dilakukan sore hari menjelang berbuka puasa. Pengalaman waktu kecil penulis di kampung (Rokan Hulu) bahwa memancing pada waktu menjelang berbuka ini disebut dengan istilah pelengah puaso atau pelengah puasa. Dengan kegiatan memancing maka rasa lapar akibat puasa bisa dilengahkan atau dilupakan sejenak.
Memancing sebagai pelengah puasa ini pula yang dilakukan oleh Rieko dan Eko di Kota Lama, Rokan Hulu. Mereka pergi memancing mulai pukul 16.00 sampai dengan pukul 17.30 WIB. Ada spot ikan gabus dan toman, tepatnya di danau Ombak, di sekitar ibu kota kecamatan Kunto Darussalam itu. Hampir tiap sore mereka menyambangi spot dimaksud. Dan tentunya mereka pulang sebelum berbuka dengan membawa beberapa ekor ikan gabus. Teknik memancing yang digunakan adalah kasting dengan umpan frogi dan jump-frog.
Di wilayah Pekanbaru yang sudah sangat ramai penduduknya, cukup sulit mencari spot memancing yang masih alami. Yang paling umum adalah memancing di tepi sungai Siak. Namun potensi ikannya sudah jauh berkurang. Sehingga untuk memancing, banyak warga yang memanfaatkan kolam pancing yang ada. Selain itu ada juga sungai-sungai kecil yang melintasi kota Pekanbaru yang berisi ikan-ikan nila dan ikan kecil lainnya. Yance Hami, salah satu anggota Komunitas Pemancing Riau, sering memancing di sungai kecil yang melintasi kawasan Stadion Utama Riau saat sore menjelang berbuka. Banyak juga ikan nila dan paweh yang didapatnya setiap pergi memancing.
Memancing di bulan Ramadan juga banyak dilakukan pada malam hari. Ikan-ikan yang menjadi target adalah ikan nokturnal seperti tapah, baung, geso, patin dan udang. Untuk ikan-ikan ini spot-nya berada di sungai-sungai besar di Riau seperti Kampar, Rokan, Tapung, Siak dan Indragiri. Untuk ikan baung (Hemibagrus nemurus) dapat menggunakan umpan cacing dan kucur, sedangkan ikan geso (Hemibagrus wyckii) lebih suka umpan ikan atau anak udang. Ikan patin dapat dipancing dengan umpan bermacam-macam seperti roti, buah sawit, pelet, udang, dan lain-lain. Sedangkan udang dapat dipancing dengan umpan cacing dan pumpun (sejenis cacing berukuran panjang yang hidup di tepi laut).
Pengalaman memancing pada malam bulan Ramadan ini diceritakan oleh Tonny dan Anton yang memancing di Buluh Cina pada Senin malam (14/07/2014). Target mereka adalah udang, singarat dan juaro. Untuk umpan singarat dan juaro digunakan laron, namun malah yang menyambar adalah ikan geso. Ukuran geso yang didapat lebih dari dua kilogram. Selain itu mereka juga dapat udang sebanyak 18 ekor. Sementara itu masih di Buluh Cina, pemancing lainnya yaitu Robert John Alberto juga mendapat udang. Padahal dia cuma memancing di sekitar dermaga di Buluh Cina itu. Ternyata potensi udang masih cukup banyak di perairan sungai Kampar ini.
Terima kasih,
Penulis,
Hasrijal F.