Sebagai pembukaan, saya sampaikan terlebih dahulu kisah dan maksud tulisan ini. Tulisan ini telah pernah dimuat pada Harian Riau Pos edisi Ahad, 14 Juli 2013, dalam halaman khusus “Mancing Asyik”. Tidak terasa sudah hampir 10 tahun yang lalu. Saat itu saya mencoba mengirimkan tulisan ini ke Riau Pos berharap dapat diterbitkan. Tanpa diduga ternyata tulisan saya yang sederhana dan yang pertama tentang memancing ini disambut baik. Salah seorang karyawan Riau Pos yaitu Said Mufti berperan besar membantu terbitnya tulisan ini. Dia penghobi mancing juga dan dia pula yang mengasuh halaman ini. Klop sudah.
Tulisan itu dan edisi-edisi lanjutannya akan saya release kembali di website ini. Tentu saja ada berbagai sentuhan baru dan penekanan yang ditambahkan. Karena di sini saya ingin meninjau dari sisi lokasi atau spot yang dapat dijadikan lokasi wisata memancing. Sesuai dengan arah perekonomian nasional saat ini yang sedang mengembangkan ekonomi kreatif. Mudah-mudahan wisata memancing dapat menjadi salah satu wisata kreatif yang banyak peminatnya. Dengan demikian akan berefek pada meningkatnya perekonomian masyarakat di sekitarnya.
Ada beberapa objek pada masyarakat tempatan yang akan merasakan efeknya jika wisata memancing semakin diminati. Diantaranya adalah meningkatnya penyewaan sampan, perahu dan boat sebagai kendaraan para pemancing. Selain itu ekonomi masyarakat seperti penjualan alat-alat pancing, umpan, makanan dan minuman dan lain-lain pun meningkat. Bahkan juga penjualan ikan-ikan olahan masyarakat seperti ikan salai/asap, ikan asin dan ikan mentah pun bisa meningkat. Satu lagi adalah semakin sadarnya berbagai pihak untuk tetap melestarikan habitat dan lingkungan sungai atau danau.
Itulah sekedar pembukaan untuk tulisan yang saya anggap masih amatir ini. Selanjutnya akan saya muat artikel tersebut dengan menyesuaikannya di sana-sini. Begitu pula edisi selanjutnya nanti. Saya lupa judul awal yang saya kirim, namun pihak redaksi mengubahnya dengan judul “Mencoba Kekuatan Prima Ikan Sebarau.” Saya sangat berterima kasih karena judulnya lebih menunjukkan suatu tantangan dalam dunia memancing.
Mencoba Kekuatan Prima Ikan Sebarau
Ikan sebarau atau hampala (Hampala macrolepidota) adalah ikan predator yang sangat umum ditemukan di sungai-sungai Riau, terutama pada aliran sungai berarus. Sungai-sungai besar di Riau yang terdiri dari sungai Kampar, Rokan, Indragiri, dan Siak, termasuk anak-anak sungainya adalah habitat utama ikan hampala. Kemudian di beberapa danau seperti danau PLTA Koto Panjang dan lain-lainnya juga tempat yang bagus untuk ikan ini. Ikan ini hidup pada bagian agak ke hulu dari sungai.
Diantara tujuh spesies ikan hampala/sebarau maka yang paling banyak ditemui di sungai-sungai di Riau ialah spesies Hampala macrolepidota Kuhl and Van Hasselt, 1823. Hampala atau sebarau ini merupakan ikan predator, yaitu ikan yang memangsa ikan-ikan lainnya.. Sehingga untuk memancing ikan ini selalu digunakan umpan berupa ikan-ikan kecil atau udang. Dengan kemajuan teknologi sportfishing maka diciptakanlah umpan-umpan tiruan (lure). Umpan tiruan yang digunakan berupa minnow (ikan-ikanan), spoon (lempengan logam seperti sendok), spinner, vibra, dan juga shrimp (udang-udangan).
Ikan ini dipancing dengan menggunakan teknik casting, yaitu dengan melempar umpan (cast) kemudian menarik (retrieve) kembali umpan tersebut dengan kecepatan tertentu. Dalam istilah kampung disebut “mengacar atau mengaca”. Ikan predator akan menganggap umpan tiruan tersebut sebagai mangsa dan kemudian menyambarnya (strike). Pada saat itulah mulai dilakukan penaklukan (fight) terhadap ikan tersebut. Ikan hampala memiliki kekuatan yang prima saat ditaklukkan. Apalagi dengan menggunakan perangkat ringan (light tackle). Merupakan suatu dambaan untuk merasakan sensasi tarikan ikan jenis ini.
Dalam sebuah kesempatan pada bulai Mei 2013 yang lalu, saya bersama keluarga melakukan trip mancing ke sungai Rokan Kanan. Tepatnya di desa Ulak Patian di kabupaten Rokan Hulu. Lokasi berada sekitar dua jam perjalanan dari Pasir Pengaraian, ibu kota Rokan Hulu. Trip mancing kami lakukan bersama-sama anak, adik dan ponakan. Ikan target mancing saat itu ialah ikan baung (Hemibagrus nemurus), tongkurulang atau geso (Hemibagrus wyckii), sebarau (Hampala macrolepidota) dan ikan-ikan lainnya.
Spot inilah yang ingin saya tekankan sebagai spot wisata mancing. Desa Ulak Patian yang awalnya adalah kampung di tepi sungai yang dihuni oleh kaum Proto Melayu yaitu suku Bonai, sekarang sudah maju. Namun akses untuk ke sana selalu saja terkendala. Penyebabnya adalah jalan yang belum semua diaspal, kerusakan jalan di sana-sini apalagi jika musim hujan. Ada harapan terhadap semua pemimpin negeri yang terpilih untuk memperhatikan akses lokasi ini menjadi prioritas. Karena jalan ke Desa Ulak Patian ini juga merupakan akses menuju Desa Rantau Binuang Sakti yang di sana ada bangunan dan monumen tempat kelahiran Syekh Abdul Wahab Rokan Al Naqsabandiyah. Jalan ini sekaligus menghubungkan antara wisata memancing dengan wisata religi.
Kembali kepada memancing tadi, kebetulan pada saat itu anak-anak ikan (gamak) sedang mudik, atau sedang bergerombol menuju hulu sungai. Ikan-ikan sebarau menyambar di sana-sini, sehingga potensi memancing sebarau sangat besar. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Dengan menggunakan minnow ukuran kecil (panjang 9 cm) maka saya melakukan casting. Dan hasilnya beberapa ikan sebarau ukuran berat 1,5 kg berhasil landed.
Perlu diketahui juga bahwa ikan hampala ini lebih potensial dipancing pada pagi dan sore hari. Kalau sudah tengah hari ikan ini lebih banyak bersembunyi di dasar dan di balik kayu-kayu mati di sungai. Untuk memancingnya diperlukan pengetahuan akan kebiasaan ikan ini. Saat itu kami casting sebarau dalam kondisi air keruh, namun tidak berpengaruh pada hasilnya. Mungkin ikan sebarau sangat sensitif terhadap gerak/getaran di air dibandingkan penglihatannya.
Penulis: Hasrijal Farmaduansa (tulisan ini diperbarui 01/03/2023)