Sebuah kabupaten di Provinsi Riau yaitu Kuantan Singingi (Kuansing) memiliki tradisi yang sudah berumur ratusan tahun. Yaitu lomba Pacu Jalur yang kemudian menjadi Festival Pacu Jalur. Kabupaten yang terletak arah barat daya Riau ini beribukota Teluk Kuantan berdasarkan Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 (demikian sebagaimana dikutip dari dpmptsptk.kuansing.go.id ). Banyak yang menyebut Talukkuantan, Taluk Kuantan, Telukkuantan, Toluk Kuantan, namun menurut situs di atas nama resminya Teluk Kuantan.
Lomba Pacu Jalur ini rutin diadakan setiap tahun (kecuali dalam dua tahun lalu karena pandemi). Biasanya diadakan pada bulan Agustus. Sekalian memeriahkan peringatan Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang didasarkan pada saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sekarang berarti sudah 77 tahun Indonesia merdeka. Sebagaimana diketahui bahwa tema peringatan HUT ke-77 RI ini adalah, “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.” Sekarang mari kita bahas tentang Pacu Jalur yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuansing dan Riau pada umumnya.
Pertama, makna kata jalur; Dimulai dari kata “jalur”, bahwa pengertiannya berbeda antara kata “jalur” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dengan makna “jalur” bagi masyarakat Kuantan Singingi. Makna kata “jalur” dalam KBBI ada beberapa macam yaitu : 1) kolom yang lurus; garis lebar; setrip lebar; 2) ruang di antara dua garis pada permukaan yang luas; 3) ruang memanjang di antara dua deret tanaman; 4) rel; 5) ruang memanjang antara dua garis batas lurus; ruang antara garis permainan tunggal dan garis permainan ganda; 6) suatu tahapan atau deret tahapan suatu proses metabolisme;
Arti “jalur” bagi masyarakat Kuantan Singingi adalah sejenis perahu panjang yang terbuat dari pohon kayu utuh. Sebagaimana dikutip dari kotajalur.kuansing.go.id bahwa “jalur” merupakan alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan, yakni daerah di sepanjang Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir. Saat itu memang belum berkembang transportasi darat. Akibatnya “jalur” itu benar-benar digunakan sebagai alat angkut penting bagi warga desa, terutama digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut sekitar 40-60 orang sekaligus.
Dengan demikian ketika bicara tentang Pacu Jalur, maka makna jalur yang dimaksud adalah perahu panjang yang terbuat dari sebatang kayu yang utuh. Sekedar memudahkan membedakan maknanya dapat dianalisis dari perbedaan makna kata-kata “Pacu Jalur” dengan “jalur pacu.” Atau jika disandingkan bisa menjadi “jalur Jalur” yang berarti jalur yang digunakan untuk memacu sebuah jalur di sungai Kuantan. Rumitkah? Tentu tidak! Berikutnya kata “jalur” yang dimaksud dalam artikel ini merujuk kepada makna yang dipahami masyarakat Kuantan Singingi.
Kedua, proses pembuatan jalur; Sebuah jalur dibuat dari sebatang pohon kayu lurus tanpa sambung yang dapat memuat 40 – 60 orang. Diameter kayu tersebut sekitar 1,3 – 1,5 meter. Bagi masyarakat Kuansing, tahapan proses pembuatan jalur ini sangat panjang dan dipenuhi oleh rangkaian mistis dan adat. Dilansir dari www.tribunnewswiki.com lebih kurang ada 18 tahapan yang dilakukan dalam pembuatan sebuah jalur. Tahapan tersebut ditulis di bawah ini secara ringkas saja.
Saat rencana pembuatan jalur diadakan rapat warga desa yang disebut dengan Rapek Banjar, membicarakan rencana pencarian kayu dan penentuan jenis kayu. Biasanya jenis kayu kulim kuiyang, banio, dan lain-lain. Kemudian tahapan selanjutnya adalah Mencari Kayu Jalur, yang dalam pelaksanaannya melibatkan para tetua untuk melakukan ritual permohonan izin dan tari persembahan. Begitu kayunya sudah ditemukan maka dilakukanlah proses Manobang, yaitu menebang kayu yang disepakati. Proses ini dilakukan oleh seorang dukun dengan ritual sesajen, penyembelihan ayam hitam atau putih serta pembakaran kemenyan dan tepung tawar.
Proses selanjutnya adalah Mengabung, yaitu memotong pohon yang sudah ditebang. Proses ini menentukan berapa panjang jalur yang akan dibuat, serta membersihkan kayu dari ranting dan dahan-dahannya. Kemudian proses Melepas Benang, yaitu penentuan ukuran bagian-bagian jalur yang dibuat menggunakan benang. Setelah itu dilakukan pula proses Pendadaan, yaitu mendatarkan bagian atas kayu dari pangkal sampai ujung. Proses ini cukup lama dapat mencapai tiga hari.
Setelah pohon untuk dibuat jalur diratakan maka selanjutnya dilakukan proses Mencaruk. Proses ini artinya mengeruk yaitu melubangi kayu dengan ukuran tebal yang sama sepanjang kayu tersebut. Alat yang digunakan biasanya beliung. Mencaruk membutuhkan ketelitian tinggi karena proses ini menentukan keseimbangan jalur. Lamanya dapat mencapai 3 hari bahkan seminggu. Jalur yang tidak seimbang kurang menguntungkan untuk lomba pacu jalur.
Jalur yang sudah hampir jadi ini mesti dibentuk licin bagian luarnya. Proses ini disebut Menggiling. Gunanya agar jalur menjadi ramping dan sama seperti perahu, istilah lainnya biar streamline. Proses berikutnya disebut Manggaliak, yaitu menelungkupkan jalur. Proses ini biasanya dilakukan secara gotong royong, untuk melibatkan masyarakat terutama kaum laki-laki. Sehingga sering dilakukan pada hari libur. Setelah ditelungkupkan dilakukan proses Membuat Perut. Yaitu membentuk bagian bawah perahu agar stream line, melengkung dan seimbang. Ini membutuhkan ketelitian dan keahlian khusus.
Pekerjaan selanjutnya adalah Membuat Lubang Kakok. Lubang tersebut berfungsi sebagai alat kontrol bagi tukang agar tidak meleset pada saat mengukur ketebalan perut jalur. Selain itu, lubang kakok juga berfungsi untuk mencegah pecahnya jalur pada saat dipanaskan atau diasap. Lubang-lubang ini dibuat pada bagian perut jalur secara memanjang dengan jarak 50 cm dan secara melintang dengan jarak 15 cm. Lubang-lubang kakok tersebut nantinya akan ditutup kembali dengan kakok yaitu kayu keras yang ukurannya pas dengan lubang.
Setelah lubang kakok dibuat ketika jalur sedang telungkup maka jalur ditelentangkan lagi yang disebut dengan proses Manggaliak. Mungkin tepatnya membalikkan kembali. Manggaliak yang ini tidak memerlukan orang banyak, cukup tukang buat jalur saja yang melakukannya. Selanjutnya dilakukan pula proses Menggantung Timbuku. Timbuku adalah bendulan-bendulan yang berfungsi sebagai landasan panggar atau tempat duduk. Timbuku dibuat sejajar di antara kedua sisi perut jalur secara membujur dengan jarak sekitar 60 cm. Pada proses pembuatan timbuku, para tukang juga melakukan proses pembersihan atau menghaluskan perut jalur.
Berikutnya Membentuk Haluan dan Kemudi, yaitu proses yang penuh presisi tinggi. Ukuran haluan berkisar antara 1 – 1,5 meter dan kemudi dibentuk dengan ukuran 2 meter. Setelah proses ini selesai sebenarnya jalur sudah jadi, namun keberadaannya masih di hutan tempat kayu ditebang. Oleh sebab itu perlu dibawa ke kampung atau tepi sungai. Proses ini dinamakan Maelo. Yaitu menarik jalur bersama-sama. Biasanya menggunakan tali dari rotan yang kuat. Setelah itu jalur dibuat rapi dan indah dengan proses yang disebut Menghaluskan.
Proses selanjutnya disebut Melayur. Yaitu mengasapi jalur. Dimulai dengan menaikkan jalur ke atas rampaian atau tempat pengasapan setinggi 1,20 meter. Setelah berada di atas rampaian dalam posisi tertelungkup, jalur kemudian diasap dengan membakar kayu di bawahnya. Proses pengasapan berlangsung sekitar lima jam, kemudian jalur ditelentangkan dan api mulai dikurangi selama tiga jam. Setelah mulai dingin, jalur dipasang panggar yang terbuat dari kayu keras dan berkualitas bagus. Pemasangan panggar memakan waktu dua jam atau lebih. Setelah pemasangan panggar selesai, jalur segera diturunkan dari rampaian dan diletakkan di tanah yang bersih dan tidak basah. Proses selanjutnya adalah memasang ular-ular atau tempat duduk anak pacu dari batang pinang.
Proses terakhir adalah Menghias Jalur. Yaitu menghias bagian selembayung jalur menggunakan ukiran. Motif ukiran pada selembayung biasanya berhubungan dengan nama jalur. Misalnya, jika sebuah jalur bernama Sipasan Rimbo, maka motif ukiran pada selembayungnya juga bermotif sipasan (lipan). Motif ukiran yang banyak digunakan di antaranya motif bunga, daun, dan binatang.
Ketiga, sejarah pacu jalur. Berdasarkan sebuah artikel pada kotajalur.kuansing.go.id disimpulkan bahwa pemanfaatan jalur telah dimulai sejak abad ke-17. Saat itu jalur digunakan sebagai alat transportasi masyarakat termasuk untuk hasil buminya. Semakin lama muncul inovasi-inovasi baru masyarakat terhadap jalur ini. Muncullah jalur dengan ukiran-ukiran tertentu pada bagian kepalanya serta pernak-pernik lainnya termasuk jalur yang dipasangkan payung supaya penumpang teduh. Jalur pun menjadi identitas sosial karena jalur yang indah-indah itu dipakai oleh kalangan penguasa, bangsawan, datuk-datuk, dan orang kaya.
Sekitar seabad kemudian muncullah ide baru yang menarik yaitu lomba pacu jalur. Inilah sisi lain dari jalur yang dipakai sebagai alat transportasi air kemudian menjadi alat olahraga dan kebanggaan. Diperkirakan bahwa perlombaan pacu jalur dimulai sejak tahun 1903. Saat itu diadakan di kampung-kampung masyarakat dalam rangka memeriahkan peringatan hari besar Islam. Ketika pemerintahan Hindia Belanda mengetahui ini maka perlombaan pacu jalur pun dijadikan sebagai hiburan untuk acara-acara perayaan adat, kenduri, dan pernah dilakukan untuk memperingati hari kelahiran Ratu Wilhelmina (Ratu Belanda) yang jatuh pada 31 Agustus. Sehingga perlombaan pacu jalur dilaksanakan mulai 31 Agustus sampai 2 September.
Selanjutnya mulai zaman kemerdekaan Negara Republik Indonesia pacu jalur dilombakan pada bulan Agustus. Kemudian mulailah diadakan Festival Pacu Jalur sampai saat ini. Biasanya berkisar mulai tanggal 20 sampai akhir bulan Agustus. Acara ini telah menjadi agenda budaya masyarakat, sehingga ribuan orang tumpah ruah menyaksikan. Perekonomian masyarakat menjadi hidup seketika. Namun jalanan bisa menjadi macet karena banyaknya orang dan kendaraan yang datang. Bukan hanya warga Kuansing saja namun dari berbagai pelosok Nusantara bahkan dari luar negeri.
Provinsi Riau melalui Dinas Pariwisata telah mengusulkan agar Festival Pacu Jalur masuk menjadi event pariwisata nasional. Waktu itu diajukan 10 event dari Riau yakni Kenduri Riau Pekanbaru, Festival Rupat Running 10 K Bengkalis, Festival Subayang Kampar, Festival Bono Pelalawan, Festival Pacu Jalur Kuantan Singingi, Festival Perang Air Kepulauan Meranti, Tour de Siak, Festival Bagan Heritage Rokan Hilir, Festival Benteng 7 Lapis Rokan Hulu, dan Bandar Serai Festival Pekanbaru.
Hanya 3 (tiga) event yang disetujui oleh Kementerian Pariwisata untuk menjadi event nasional pada tahun 2022 yang diwadahi dengan nama Khazanah Event Nasional (KEN). Yaitu Bandar Serai Festival Pekanbaru, Kenduri Riau Pekanbaru dan Festival Pacu Jalur Kuantan Singingi. Festival Pacu Jalur sempat ditiadakan selama 2 tahun yaitu tahun 2020 dan 2021 akibat pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Baru pada tahun 2022 ini diadakan kembali setelah meredanya pandemi.
Keempat, Festival Pacu Jalur 2022. Dilansir dari kuansing.go.id bahwa berdasarkan hasil rapat Panitia Pacu Jalur 2022 yang diadakan Selasa (21/06/2022) bahwa Pacu Jalur resmi diadakan selama lima hari. Rapat ini dihadiri oleh Sekretaris Daerah Dedi Sambudy S.Kep, SKm, M.Kes, selaku Ketua Umum Panitia Pacu Jalur 2022, jajaran panitia dan beberapa tokoh masyarakat. Disepakati dan diputuskan bahwa Festival Pacu Jalur 2022 diadakan selama 5 hari mulai tanggal 21 – 25 Agustus 2022. Lokasi pacu jalur pada acara puncak ini ditetapkan di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, Riau.
Pembukaan event ini dilakukan oleh Sandiaga S. Uno, selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) pada hari pertama Ahad (21/08/2022). Sebagaimana diketahui bersama bahwa Sandiaga Uno adalah seorang menteri yang lahir di Riau, tepatnya di Rumbai, Pekanbaru. Kemudian hadir pula Raja Juli Antoni yang menjabat Wakil Menteri Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Uniknya lagi bahwa Raja Juli Antoni ini adalah anak jati Kuantan Singingi juga (demikian dikatakan oleh Haswinda Indra, seorang guru di Kuansing). Meskipun lahirnya di Pekanbaru namun orang tuanya berasal dari Kuansing.
Sandiaga S. Uno mengatakan, “”Event-event daerah ini akan membuka peluang usaha, akan menggeliatkan ekonomi, akan terlihat UMKM-UMKM yang mendapatkan omzet lebih tinggi.” Beliau juga berharap agar Festival Pacu Jalur ini dapat membangkitkan ekonomi masyarakat Riau, khususnya masyarakat Kuansing. Sehingga ini dapat menambah peluang pekerjaan kepada masyarakat.
Dikutip dari suaraserumpun.com bahwa peserta Pacu Jalur yang berlomba ini ada 178 jalur. Berasal dari berbagai kecamatan yang ada di Kuantan Singingi dan juga dari kecamatan di Indragiri Hulu. Sistem perlombaan yang digunakan adalah sistem gugur. Perlombaan penyisihan pertama dari 178 jalur akan menyisakan 89 jalur ke babak kedua. Selanjutnya dipilih pemenang 45 besar untuk bertanding kembali. Kemudian hasilnya dipilih yang masuk 23 besar. Dan terakhir final dilakukan pada Kamis (25/08/2022). Dikutip dari postingan Fendri Jaswir (tokoh masyarakat Kuansing) di medsos bahwa ada 12 tim yang lolos untuk final seperti berikut ini.
Kelima, Kemeriahan Festival Pacu Jalur. Festival ini dari dulu selalu meriah. Warga dari mana-mana datang ke Teluk Kuantan untuk menyaksikan. Yang namanya festival tentu saja bukanlah semata-mata lomba pacu jalur saja. Namun berbagai bentuk kegiatan lainnya juga ada. Seperti kegiatan ekonomi kreatif (sebagaimana harapan Menparekraf) misalnya penjualan suvenir, makanan, minuman, dan lain-lain. Ada pula yang menggelar hiburan lainnya.
Efek sosial kemasyarakatan festival ini pun patut diperhitungkan. Umumnya para perantau yang berasal dari Kuantan Singingi banyak yang pulang kampung. Bertemu keluarga dan bersilaturahim serta ikut pula menyaksikan event ini. Bahkan penulis pernah mendapatkan cerita dari teman-teman asal Kuansing yang mengatakan bahwa ajang Festival Pacu Jalur juga dimanfaatkan untuk menemukan jodoh. Terlepas dari benar atau tidaknya, namun ini mungkin saja terjadi.
Lantas bagaimana caranya untuk menarik perhatian penonton? Banyak sekali jika diceritakan di sini. Mulai dari hiasan atau ornamen pada perahu jalur, tarian dan rentak anak jalur, bebunyian seperti gendang, talempong, tabuhan, dan lain sebagainya. Bahkan warga yang hadir pun memiliki berbagai macam cara untuk men-support tim jalur yang didukungnya. Bukan hanya dari masyarakat Kuansing saja, yang dari luar kabupaten pun ikut mendukung karena ini event Riau pada umumnya. Bahkan sekarang menjadi event nasional.
“Perjalanan lomba pacu jalur ini dapat disebut sebagai sebuah perjuangan. Disamping berjuang untuk menang dengan kekompakan regu dalam mendayung jalurnya, lomba ini pun menciptakan sejarah tentang perjuangannya sendiri. Yakni, berangkat dari event tradisional lalu berhasil menjadi event nasional. Dan masih terus berjuang lagi untuk nantinya menjadi event internasional. Ini semua dapat saja tercapai dengan filosofi pacu jalur ini, yaitu kekompakan menuju kemenangan.” Demikian dikatakan oleh Dr. Desmelati, M. Sc., selaku Ketua STKIP Rokania di Kabupaten Rokan Hulu, Riau.
Sebagai bentuk dukungan moril untuk acara ini, STKIP Rokania mengirimkan salah seorang mahasiswanya dari program studi Pendidikan Teknologi Informasi (PTI) yaitu Supratman (salah seorang atlit aero sport paramotor) untuk menghibur penonton. Caranya dengan terbang menggunakan paramotor berlogo Rokania, terbang berkeliling di langit Tepian Narosa. Sementara di bawahnya warga menyaksikan dengan antusias.
Ini juga sekaligus memperkenalkan jenis olahraga aero sport yang disebut paramotor. Paramotor berbeda dengan paralayang. Paramotor menggunakan mesin untuk menerbangkannya dan bisa take-off dari daratan yang lapang. Sementara paralayang tanpa mesin dan terbangnya dimulai dari tempat yang tinggi seperti dari atas bukit dengan memanfaatkan angin. Direncanakan pada PON 2024 di Aceh nanti paramotor akan diikutkan dalam jenis cabor (cabang olahraga) yang dipertandingkan.
Penulis/Editor: Hasrijal Farmaduansa