Pemikiran Kemanusiaan Dalam Karya-karya SN Usman Awang
Oleh: Dr. Hermawan, M.Hum.
(Dosen STKIP Rokania)
Berawal dari pesan melalui whatshapp Datuk Dinsman (Shamsudin Oshman), Rabu 2 Maret 2022, menawarkan saya untuk menjadi pembicara pada acara webinar. Acara webinar itu adalah tentang karya-karya Sastrawan Negara (SN) Usman Awang. Yaitu seorang sastrawan Melayu yang berasal dari negara Malaysia. Percakapan WA tersebut berlanjut dengan diskusi tentang tema yang akan disampaikan. Kemudian berlanjut lagi dengan beberapa orang panitia webinar yang akan dilaksanakan tersebut untuk kepastian acara. Yaitu Tuan Dr. Alinor, yang dalam pembicaraan kami bahwa webinar akan diadakan pada 14 April 2022, dan disepakati tema yang akan saya sampaikan adalah “Pemikiran Kemanusiaan dalam Karya-karya SN Usman Awang”. Selanjutnya juga dengan Puan Hikmah.
Begitulah perkenalan dengan pengurusi webinar ini. Saya sangat berbangga di bulan Ramadan ini bertambah kenalan dan mendapat kehormatan untuk jadi pembicara. Terima kasih Datuk Dinsman, Tuan Alinor dan Puan Hikmah. Berikut ini saya tuliskan tentang isi dari tema yang saya sampaikan dalam webinar tersebut yang juga mengundang dua pembicara lainnya yaitu Prof. Emeritus Shaharir Mohammad Zain (IKIM) dan Dr. Mas Rynna Wati Ahmad (UKM).
Kepada dua pembicara saya juga merasa bangga bisa kenal dengan Anda dalam webinar ini. 1) Prof. Shaharir Mohammad Zain (IKIM), dengan tajuk Terabainya Keinsanan dalam Ilmu Beraksiomakan Kemanusiaan: 2) Dr. Mas Rynna Wati Ahmad (UKM), dengan Konsep Saadah/Kebahagiaan dalam Drama-drama Usman Awang.
Kepada seluruh peserta webinar yang saya muliakan terima kasih telah ikut meramaikan pembicaraan tokoh hebat SN Dr. Usman Awang. Terkenal dengan dengan nama pena Tongkat Warrant, di samping itu masih banyak lagi nama lain beliau seperti Adi Jaya Amir, Atma Jiwa, Manis Pengarang Muda, Rose Murni, Setiabudi U. A., Zaini dan lainnya. Ini mengingatkan saya dengan penulis perempuan Indonesia di zaman Balai Pustaka yaitu, Sariamin Ismail, atau Selasih, Seleguri, atau Selasih Seleguri. Semoga webinar ini semakin menambah pengetahuan kita tentang kesusasteraan antara dua negara ini (Malaysia dan Indonesia).
Seperti yang saya paparkan di awal kertas perbincangan ini. Persoalan yang akan saya kemukakan tentang Pemikiran Kemanusiaan dalam karya SN Usman Awang serta ditambah lagi dengan sasterawaan Indonesia. Pemikiran merupakan hal-hal pelaksanaan dari pikiran, ide, dan pandangan yang akan menjadi ajaran, aliran atau pahaman. Sementara itu kemanusiaan merupakan nilai-nilai universal seorang manusia atau lebih yang telah disepakati atau dinormakan untuk kehidupan manusia sehingga menjadikan manusiawi.
Seorang seniman atau sasterawan selalu saja mengangkat hal-hal ini di dalam tulisan atau karya lisannya untuk membuat dunia menjadi aman, damai dan sentosa. Seorang penulis “biasanya” menemukan hal yang seperti ini tentulah dengan mengalami hidup yang sangat penuh dengan lika-liku kehidupan. Mulai dari penderitaan sampai kesenangan. Tak mungkin seorang penulis yang tak mengalami ini untuk bisa menuliskannya dalam suatu karya yang bermutu/berkualitas. Sangat banyak karya yang kita baca dan tonton, namun sekali baca dan tonton saja tak bermanfaat lagi.
Seorang di antara penulis dan pengarang/sasterawan yang bisa menerapkan pemikiran kemanusian itu dari Malaysia tentulah SN Uman Awang. Bila kita runut kehidupannya dari awal sampai akhir hayatnya, seperti yang saya ungkapkan tadi dari penderitaan ke kesenangan telah dilalui oleh SN Usman Awang. Saya jadi ingat, Rusli Marzuki Saria (lebih akrab dipanggil Papa). Kehidupannya hampir sama dengan SN Usman Awang. Saat ini Papa masih hidup dan berumur 86 tahun. Masih tetap menulis. Hanya saja Papa lebih banyak membuat puisi atau Monolog dalam Renungan.
Lain dengan SN Usman Awang yang mengembangkan pemikiran kemanusiaan melalui semua bentuk genre sastra seperti puisi, cerpen, novel, dan naskah drama. Karya SN Usman Awang yang saya nikmati itu terutama drama “Uda dan Dara”. Pertentangan antara kehidupan kelas bawah dan kelas atas. Atau juga kehidupan dalam kerajaan yang masih terjadi ketidakharmonisan sehingga membuat berantakan. Masih banyaknya ketimpangan-ketimpangan dalam masyarakat yang perlu dibenahi. SN Usman Awang menuliskan itu dalam karya sastra yang selalu ditunggu-tunggu.
Uda dan Dara sebuah karya agung SN Usman Awang sehingga berkali-kali dipentaskan dan satu kali saya menonton di Padang Merbok arahan Datuk Dinsman (Shamsuddin Osman) merupakan kehormatan bagi saya pada waktu itu. Kehormatan tersebut adalah samping kiri saya duduk SN A. Samad Said dan samping kanan saya duduk SN Prof. Siti Zainon Ismail. Kami dan semua penonton serta pemain dengan serius berperan dalam hujan yang sangat lebat dan memakai jas hujan. Saya sempat menulis tentang pementasan itu sebagai sebuah pementasan yang spektakuler. SN Prof. Siti Zainon Ismail mengatakan kepada saya, bahwa Uda dan Dara ini sebuah kejadian yang diangkat dalam karya sastra oleh SN Usman Awang yang bermula dari puisi kemudian jadi cerpen dan naskah drama serta pertunjukkan drama. Datuk Dinsman saja sudah dua kali yang setahu saya mengangkat naskah drama ini.
Pemikiran kemanusiaan itu terlihat pada dialog Guru dan Malim:
Ini bagi orang Melayu mengingatkan kita dengan para tokoh yang bijak menyelesaikan persoalan dengan perundingan dan tidak dengan kekerasan. Makanya kebanyakan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia yang berasal dari Minangkabau dan berdarah Melayu selalu mengadakan perundingan dari pada perang. Inilah pemikiran kemanusiaan itu.
Di bagian lain SN Usman Awang menulis lagi tentang pemikiran kemanusiaan:
Pemikiran kemanusiannya ialah bahwa harta sudah menjadi kekuasaan. Seiring itu SN Usman Awang mengukapkan juga pemikiran kemanusiaan melalui dialog si Utih berikut:
Itulah beberapa hal tentang pemikiran kemanusiaan dalam naskah Uda dan Dara karya SN Usman Awang yang dikemukakan dalam webinar singkat ini.
Tokoh drama di Indonesia khususnya Minangkabau atau Sumatera Barat, seorang yang bernama Wisran Hadi. Beliau selalu memenangkan sayembara penulisan naskah drama tingkat nasional. Naskah dramanya banyak yang ditentang oleh penguasa. Kebanyakan naskah Wisran Hadi adalah memanusiakan tokoh mitos atau legenda atau pahlawan. Misalnya seperti mitos Malin Kundang yang tidak manusiawi bahwa seorang ibu menyumpahi atau membunuh anaknya sehingga jadi batu. Maka Wisran Hadi membuat naskah drama Malin Kundang yang intinya hati ibu atau hati Malin yang membatu. Atau melalui tulisan lain bahwa yang membuat Malin jadi batu adalah tukang kaba/pencerita.
Sementara AA. Navis membuat cerpen Malin Kundang Ibunya Durhaka. Itulah cara-cara sasterawan Sumatera Barat memanusiakan tokoh mitos. Begitu juga dalam naskah Senandung Semenanjung karya Wisran Hadi yang hampir sama dasar naskah Matinya Seorang Pahlawan (Jebat) karya SN Usman Awang yaitu dari mitos Hang Tuah. Pemikiran kemanusiaan yang tampak di naskah itu adalah tentang kekuasaan dan tahta. Maka ada sunah dan pepatah mengatakan bahwa harta, tahta dan wanita merupaka tiga penghancur manusia.
Akhir kata perbanyak maaf atas kesalahan atau kehilafan penyampaian perbincangan ini. Selamat berdiskusi. Semoga!
Padang, 14 April 2022
Pembicaraan secara visual webinar tersebut dapat disaksikan dalam video berikut ini:
http://https://www.facebook.com/selangorlibrary/videos/501940904729278/?extid=CL-UNK-UNK-UNK-AN_GK0T-GK1C&ref=sharing