Renungan: Kita Bersemangat untuk Menatap dan Menata Kehidupan
Oleh: Dr. Desmelati, M. Sc.
Pagi yang mendung di Kota Pekanbaru tadi Rabu (22/02/2023) memicu pikiran untuk menulis sebuah renungan ini. Ini adalah renungan untuk kita semua terutama kepada mahasiswa, rekan-rekan dosen dan juga buat saya sendiri. Pada intinya adalah untuk memposisikan diri kita dalam sebuah proses yang sedang berlangsung, karena tiap kita memiliki peranan masing-masing dalam menatap dan menata kehidupan untuk masa depan. Ada beberapa poin yang dapat direnungkan untuk kita semua yang bersumber dari pengalaman yang telah dilalui dan proyeksi pemikiran ke depannya.
Keberhasilan
Memaknai keberhasilan dan sukses bagi saya adalah saat kita mampu berkolaborasi dan menemukan korelasi dari berbagai disiplin ilmu dan peran bahwa semua memiliki benang merah dan saling terhubung. Ini bukan tentang siapa yang lebih hebat lalu mengklaim bahwa ilmu dan perannya yang paling terdepan, paling revolusioner dan paling ampuh dan hebat. Tidak. Bagi saya jika kita mampu bekerja dalam sebuah tim, menggabungkan ilmu dan peran yang kita punya, menjadi lebih efektif tanpa keluar dari disiplin ilmu atau “pakem” masing-masing ilmu dan peran, ini adalah bukti bahwa kita terbuka untuk belajar dan bertumbuh saling mengisi hingga manfaat yang bisa kita berikan jauh lebih besar.
Bergandengan akan membuat kita makin penuh manfaat dari pada melihat yang berbeda sebagai saingan. Saya yang terus berharap diberikan kekuatan oleh Allah SWT (dengan Taufiq-nya) bergerak untuk beriringan membagi manfaat bersama mereka yang juga terbuka untuk berkolaborasi. Perbedaan itu rahmat, kita semua hanya menjalani peran masing-masing, siapa mampu menyatu dalam perbedaan itu lah kolaborasi yang paling indah.
Seperti bersatunya makanan dalam piring kita. Antara karbohidrat, protein lauk-pauk, santan, sayur, dan lain-lain. Tidak pernah ada yg mengaku paling hebat. Petani, peternak, pedagang, tukang masak, tukang jual hasil olahannya, kemudian konsumen alias pembeli adalah rantai kolaborasi yang indah, tapi itu bisa rusak jika masing-masing menganggap dirinya atau kelompoknya paling hebat dan benar.
Orang kaya tidak akan bisa makan ikan dan sayur jika tak ada nelayan dan petani dan peternak, tidak akan sampai hasil produksi kalau tidak ada pedagang dan pembeli serta pihak yang mendistribusikannya. Tidak akan ada rektor, dekan dan dosen tanpa mahasiswa dan pegawai dalam suatu universitas.
Silaturahim
Saya yang merindukan silaturahim itu hidup kembali di tengah kehidupan kita. Wujudnya adalah tanggung jawab menjalankan tugas sesuai aturannya dengan ilmu dan peran masing-masing. Hasilnya akan menjadi sebuah karya dan hasil kerja yang berkeadilan dan merata.
Sebagaimana ungkapan yang sering kita dengar yaitu “dunia panggung sandiwara”. Awalnya adalah sebuah frasa yang diungkapkan oleh karakter Jacques dalam teater monolog karya William Shakespeare yang berjudul “As You Like”. Ini menggambarkan tujuh tingkatan kehidupan yang dijalani manusia mulai bayi, anak-anak, dan sampai kembali ke masa tua yang justru seperti anak-anak kembali yang tanpa gigi dan sebagainya. Intinya William Shakespeare ingin menggambarkan bahwa manusia itu hidup dalam sebuah teater yang mengambil peran masing-masing. Lebih jelasnya diungkapkan pula dalam sebuah lagu oleh band dan penyanyi terkenal Indonesia.
Lagu Dunia Panggung Sandiwara menjadi lagu populer pada masanya (syair ditulis oleh Taufiq Ismail dan lagunya ditulis oleh Ian Antono, dan penyanyinya ada God Bless yang digawangi Achmad Albar dan juga pernah dinyanyikan oleh Nike Ardilla). Lirik dari lagu ini sangat bermakna (mungkin saja karena ditulis oleh sastrawan Taufiq Ismail), bahwa semua manusia hidup hanya memainkan peran. Tentu saja setiap peran yang dimainkan dimintakan tanggung-jawabnya pada hari dimana tak ada yang bisa menolong. Kecuali yang berperan mengikuti aturan-Nya yang adil dan amanah menjadi khalifah atau pemimpin, tunduk dan patuh sebagai hamba Allah. Peran di dunia adalah sebagai khalifah (kasih sayang, membantu orang banyak, adil dan amanah). Peran untuk kembali kepada kehidupan abadi menjadi Abdullah (hamba Allah).
Sebagai manusia beragama maka kita mestinya berperan sebagai hamba Allah yang melaksanakan ibadah. Ada dua jenis ibadah yang dikenal yaitu “Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah”. Dalam kepercayaan Islam ibadah mahdhah itu berupa ritual keagamaan yang dilaksanakan setiap hari atau sesuai waktunya seperti salat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan ghairu mahdhah adalah ibadah selainnya, dan akan berpahala jika diniatkan mencari rida Allah SWT. Dalam hal ini silaturahim dan niat tulus ikhlas kita dalam melaksanakan proses positif dalam kehidupan ini itulah yang berupa ghairu mahdhah yang mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Wujudnya adalah menjaga hubungan baik antara sesama manusia terutama antara rekan kerja, atasan dan bawahan, hubungan keluarga antara suami – istri, orang tua dan anak-anak. Termasuk hubungan baik dan profesional antara dosen dan mahasiswa serta para pegawai. Insya Allah akan mengalir pahala dengan catatan itu diniatkan untuk mencari rida Ilahi.
Barakallahulana walakum jami’an. Wassalam!
Pekanbaru, 22 Feb 2023 / 2 sya’ban 1444 H.