Pasir Pengaraian (8/11/2021) – Generasi muda sekarang, yang dikenal juga dengan generasi milenial banyak yang tidak tahu dengan aturan adat. Misalkan saja aturan adat melamar dan menikah. Walaupun mereka berdomisili di suatu daerah yang masih kental dengan adat. Hal ini bukan saja disebabkan oleh tidak adanya pengajaran dari para tetua adat. Tetapi pengaruh gempuran informasi dan aplikasi yang muncul seiring perkembangan media sosial menyebabkan generasi ini lengah dan tidak tertarik lagi dengan pelajaran adat.
Oleh sebab itu para pemangku adat, orang tua, institusi pendidikan dan budaya, sanggar-sanggar dan komunitas, serta masyarakat, harus lebih aktif lagi menyebarkan pengetahuan tentang adat-istiadat. Dengan demikian aturan adat tidak mudah untuk dilupakan. Karena adat dengan adab itu saling berhubungan. Sementara saat ini banyak orang-orang tua yang mengeluhkan banyaknya generasi muda yang kurang adab. Dari situ muncul ide untuk mulai membahas berbagai penggalan adat di media seperti ini.
Dalam buku “Caro dan Cakap Adat Nikah Kawin Luhak Rambah,” yang ditulis oleh Datuk Taslim dan Junaidi Syam (Jon Kobet), dijelaskan secara lengkap tentang adat pernikahan beserta contoh percakapannya. Pembahasan kali ini difokuskan tentang makna Suluo-Suluo Ayie dalam adat Luhak Rambah. Untuk diketahui bahwa Suluo-Suluo Ayie atau Sosuluo Ayie merupakan rangkaian pertama dari adat nikah kawin.
Kata “suluo” yang ditulis dalam Bahasa Melayu Rambah adalah “sulur” dalam Bahasa Indonesia. Jika dilihat artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada 8 macam makna kata “sulur”. Namun yang cocok dengan makna “suluo” dalam Bahasa Melayu Rambah adalah “pucuk batang muda”. Sehingga makna dari istilah Suluo-Suluo itu adalah sesuatu yang masih muda dan rapuh seperti pucuk batang muda. Belum menjadi tunas yang berdaun. Secara adat disebut Suluo-Suluo Ayie. Ayie berarti Air. Yaitu proses mencari tahu dan menyampaikan keinginan dari keluarga pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Dikatakan rapuh seperti makna sulur karena informasi yang dicari tahu itu masih mentah atau awal. Jika sesuai yang diharapkan tentu bersyukur namun jikapun tidak sesuai tidak mengapa.
Proses Suluo-Suluo Ayie dilakukan oleh pihak perempuan dari keluarga laki-laki. Yaitu ibunya ataupun bibi atau saudara ibunya yang lebih tua. Dan proses ini murni antara pihak perempuan dari laki-laki dengan pihak perempuan dari calon perempuan. Itu sebabnya pada masa dahulu proses ini berlangsung alami. Dapat terjadi sewaktu sama-sama mencuci pakaian di sungai. Atau pada saat menugal di ladang. Saat bersama-sama pergi ke pasar. Bisa terjadi saat gotong-royong (perari/perhari) membersihkan semak gulma di ladang padi. Atau di mana saja tempat yang dirasa baik.
Adapun hal yang diperbincangkan pada intinya adalah adanya keinginan dari keluarga pihak laki-laki untuk melamar anak perempuan dari pihak yang di-susuluo ayie. Dalam pembicaraan mereka disampaikan juga berbagai informasi tentang sanak keluarga masing-masing. Dan tentunya pembicaraan ini bisa selesai dalam waktu yang sebentar. Namun lazimnya ada jeda waktu bisa seminggu tergantung kapan pihak berkenan memberikan jawaban.
Zaman sekarang, suluo-suluo ayie ini sepertinya sudah berevolusi dari proses yang terjadi pada zaman dahulu. Pada zaman dahulu kelihatannya alami, namun sekarang ini sudah menjadi seperti acara yang disengajakan. Ada pula acara makan-makannya. Kedua pihak sudah saling tahu-menahu maksud dan tujuannya. Lantas kenapa mesti dilakukan juga? Tentu saja secara adat ini penting. Sebab ini adalah dasar dari keseriusan pihak lelaki, sehingga keluarga pihak perempuan bisa mempersiapkan apa-apa yang diperlukan untuk proses selanjutnya. Proses selanjutnya adalah lamaran, tunangan, akad nikah, dan pesta pernikahan. (hf)