Pekanbaru (18/04/2023) – Karena penerimaan zakat fitrah sudah dimulai maka saya pun mengambil kesempatan lebih awal untuk menunaikannya. Tepat pada Kamis (13/04) atau 22 Ramadan 1444 H, selepas tarawih, saya menjumpai petugas Amil Zakat di Musala Ar-Rahman RT 04 RW 10, Kelurahan Tuah Karya, Kecamatan Tuah Madani, Pekanbaru. Kebetulan petugas amil zakat tersebut juga dipercaya sebagai Ketua RT 04, yaitu Superman, S.Kom. Orangnya masih muda dan energik serta banyak inovasi.
Kenapa saya membayar zakat fitrah di sana? Pada dasarnya tidak ada larangan juga membayar zakat fitrah di mana saja yang ada amil zakatnya. Namun dikarenakan saya dan keluarga tercatat sebagai penduduk di sana maka alangkah eloknya zakat fitrah tersebut dibayar di sana. Begitulah menurut penilaian saya. Dan itu sudah saya lakukan selama bertahun-tahun.
Adapun dasar pembayaran zakat fitrah yang saya pahami dinilai dari jenis bahan makanan pokok yang dimakan. Karena kami sekeluarga bahan makanan pokoknya nasi atau beras maka hitungannya adalah harga beras yang dimakan. Per orangnya dinilai sebanyak 2,5 kg beras dikalikan harga beras. Misalkan jenis beras yang dikonsumsi harganya Rp 17.000,-/kg, maka total harga zakat fitrah perorangnya Rp 17.000,-/kg X 2,5 kg = Rp 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah). Itu disebut sebagai pengganti beras (makanan pokok), dan jika jamaah ingin membayar dengan beras langsung boleh-boleh saja.
Cukup dulu pembahasan tentang zakat fitrah ini. Sekarang ada terobosan besar yang saya lihat dalam kepengurusan Musala Ar-Rahman ini. Yang pertama, para pengurus musala adalah orang-orang muda (minimalnya berjiwa muda). Kemudian Ketua RT 04 (Superman, S. Kom.) dan Ketua RW 10 (Suroso) adalah juga orang-orang muda yang kreatif. Begitu pula saya perhatikan para pengurus yang lainnya, umumnya berjiwa muda semua. Lantas apa hubungannya dengan pembangunan musala?
Sebelum menjawab itu, saya pernah berdiskusi dengan beberapa orang pengurus masjid di berbagai tempat. Salah satu permasalahan mereka adalah sulitnya mendapatkan uang untuk menambah pembangunan masjid atau musala. Sehingga pengurus masjid mengambil keputusan untuk meminta infak di jalan raya. Itu sebabnya sering kita lihat banyak yang meminta sumbangan di jalan-jalan yang kita tempuh.
Saya perhatikan pula bahwa kebanyakan para pengurus masjid ini adalah sosok atau tokoh masyarakat yang sudah berumur alias tua. Dari sisi pemahaman dan pengamalan akan agama memang mereka lebih mumpuni dibanding anak muda. Namun dari sisi kemajuan dalam penggunaan teknologi masih kurang. Terutama teknologi komunikasi semisal aplikasi Whatsapp (WA) dan lain-lain. Sehingga mereka kurang bisa memanfaatkan teknologi tersebut dalam usaha membangun masjid/musala yang diurusnya.
Inilah yang saya lihat kelebihannya pada Musala Ar-Rahman di atas. Para pengurus umumnya berusia muda dan berjiwa muda. Sangat melek teknologi, terutama teknologi informasi. Para jamaah musala Ar-Rahman dan warga RT 04 terhubung alias connected pada aplikasi WA. Sehingga semua informasi untuk jamaah dan warga dapat disampaikan secara langsung melalui WA. Begitu pula rencana untuk pembangunan musala, dapat pula disampaikan melalui aplikasi tersebut.
Berdasarkan pembicaraan saya dengan Ketua RT yang juga pengurus Musala Ar-Rahman (Superman, S. Kom.), dikatakan bahwa sudah banyak program pembangunan musala ini yang dilaksanakan dengan bantuan aplikasi WA. Di sana dijelaskan gagasan pembangunannya, kemudian biaya yang diperlukan, dan pada akhirnya dilelang kepada jamaah secara sukarela infak pembangunannya. Sistem pembayarannya boleh secara langsung diantar kepada pengurus atau melalui transfer ke rekening yang telah ditentukan. Semua laporan penggunaan dana dijelaskan pula secara gamblang di sana. Sehingga para jamaah merasa puas dan dapat menerima. Hasilnya kadang-kadang uang yang terkumpul malah berlebih, sehingga dapat digunakan pula untuk kegiatan pembangunan yang lainnya.
Hal yang sama juga dilaksanakan untuk program-program kewargaan dalam lingkup RT dan RW. Termasuk kegiatan gotong royong kebersihan lingkungan. Kemudian informasi penting dari pemerintah dapat juga di-share di aplikasi tersebut. Keuntungannya bagi saya pribadi adalah walaupun sedang berada di luar kota namun informasi lingkungan RT dan RW tetap dapat diikuti dengan baik.
Harapan saya dengan menulis opini ini adalah agar musala/masjid lainnya yang belum mengkoneksikan jamaahnya dalam media sosial seperti WA, segeralah melakukannya. Karena jika dikelola dengan baik akan banyak manfaatnya. Untuk masjid yang pengurusnya belum akrab dengan teknologi tersebut dapat mencari solusinya dengan menggunakan para pemuda yang saleh dan cekatan diantara para jamaahnya untuk melakukan itu.
Secara pribadi saya juga berharap agar pengurus masjid sedapat mungkin tidak perlu lagi meminta-minta sumbangan di jalan raya. Terkadang sebagai umat Muslim ada rasa risih dan malu juga kepada umat lain dengan meminta sumbangan tersebut. Membuat masjid itu sebaiknya dilakukan sesuai dengan swadaya masyarakat atau jamaahnya, karena itu lebih baik. Untuk apa masjid yang gagah tetapi sedikit jamaah. Bisa saja dibalik semua itu ada kandungan sifat “riya” di dalam diri pengurus dan jamaah karena masjidnya besar. Astaghfirullahal ‘azhim. Wallahu a’lam bisshawab!
Penulis: Hasrijal F.