“Bontan,” Sebuah Novel tentang Hubungan Keluarga yang Rumit
Oleh: Nuratika (Dosen PBSI STKIP Rokania)
Novel yang berjudul Bontan adalah karya ke-8 saya. Naskah ini sudah ada sejak 5 tahun yang lalu, awalnya tujuan saya hanya ingin menyelamatkan kisah-kisah nenek masa dia muda, saya menuliskan sekedarnya, berupa kerangka dan ide cerita saja. Tahun ini, tepatnya pada bulan Agustus yang lalu ada event 30 hari menulis novel dari salah satu penerbit mayor di media sosial, dengan persyaratan menyerahkan kerangka novel ke panitia, bila disetujui maka naskah akan dilanjutkan menjadi buku yang lengkap dengan cara menyetor tulisan 800 – 1000 kata perhari selama 30 hari atau minimal 25 part, untuk part berikutnya diselesaikan di novel, hari libur menulis dibolehkan absen selama 4 hari saja. Bila tidak konsisten akan gugur secara otomatis.
Peserta yang lolos tahap pertama berjumlah ratusan. Hingga dimulainya event, satu-persatu peserta mundur secara teratur. Saya sempat down juga melihat teman-teman penulis yang sangat sedih mengundurkan diri padahal kisah yang ditulisnya bagus, ditambah lagi karena baru beraktivitas mengajar sebagai dosen PBSI di Kampus STKIP Rokania. Namun, menulis merupakan kebutuhan saya, saya benar-benar meluangkan waktu, konsisten menulis hingga tahap finishing akhirnya selesai juga.
Novel Bontan ini menjadi pemenang ke-13 dari 19 peserta yang tersisa dalam sayembara 30 hari menulis novel, 19 peserta yang lolos berhak mendapat sertifikat dan fasilitas penerbitan gratis, mulai dari editing, layuot, desain cover, ISBN serta royalti 30 persen. Novel ini sudah mulai dipesan dari sekarang, kemungkinan akan best seller, karena hingga saat ini sudah 40 eksemplar yang dipesan. Insya Allah, novel ini akan terbit di bulan November, sekarang masih pada proses pengajuan ISBN.
Sejak selesai pembuatan cover dan PO, novel ini mendapat sambutan hangat dari pembacanya. Selain telah di-PO jauh-jauh hari, juga akan dibedah oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unilak Pekanbaru, karena dari blurb novel ini sudah mencerminkan bahwa kisahnya sangat syarat dengan kearifan dan budaya lokal.
Menyelesaikan novel ini tak lepas dari support berbagai pihak, terutama dosen-dosen dari kampus STKIP Rokania. Kita sebagai dosen harus terus berkarya disamping memberikan materi kuliah pada mahasiswa, novel ini adalah wujud dari komitmen kita sebagai penulis dan dosen PBSI, memberikan contoh kepada mahasiswa.
Dari judulnya sendiri sudah membuat para pembaca tertarik, terutama yang mengenal istilah Bontan. Bontan merupakan bahasa arkaid Melayu yang sudah hilang, di beberapa daerah masih ditemui namun yang memakainya hanya orang tua-tua saja. Arti bontan itu tidak ada sama sekali di dalam kamus bahasa manapun, bila diketik di google akan muncul nama band Amerika. Bontan dalam bahasa Melayu bermakna orang yang sakitnya kambuh-kambuhan atau tidak sembuh dengan berbagai sebab. Namun pada umumnya bontan lebih melekat pada perempuan yang sakit setelah melahirkan.
Nah, membaca kisah novel yang menceritakan hubungan keluarga yang rumit dan diwarnai berbagai konflik, lalu mereka memilih mengunakan kearifan lokal untuk menyelesaikan masalah, akan ditemukan nanti makna bontan yang sebenarnya. Novel ini juga salah satu upaya saya sebagai pecinta budaya dan kearifan lokal Rokan Hulu untuk memperkenalkan bahasa Melayu lama.
Berikut blurb dari buku novel “B O N T A N” karya Nuratika
Sebenarnya yang diam adalah mulut dan pendengaran Upik, tapi pikirannya sekarang melanglangbuana di setiap lembah yang ditempuhi tadi, masih menerka-nerka kemana perginya. Apa yang akan dikatakannya kepada Gadih dan Diang di gubuk.
Betapa malang nasib keempat anak manusia itu, sudahlah ditinggalkan ibunya, ayah mereka suka marah-marah di rumah dan sekarang harus kehilangan nenek, tidak ada lagi orangtua yang bisa mereka handalkan untuk menompang hidup. Mungkinkah mereka mampu menjalani kehidupan dengan cara bertani dan tinggal di gubuk itu.
Banyak terdengar oleh Upik cerita aneh-aneh penuh mistik dan tidak masuk di akalnya tentang orang yang hilang di sungai, namun Upik berusaha seilmiah mungkin atas masalah kehilangan nenek.
Editor: Hasrijal Farmaduansa