Filsafat Sebagai “MRI” Kehidupan
Membaca Realitas Secara Menyeluruh
Oleh: A. U. Chaidir
Kita sering merasa ada yang tidak beres dalam hidup ini, tetapi sulit untuk menjelaskannya. Seperti tubuh yang sedang sakit, namun tidak tampak lukanya. Di situlah filsafat hadir, ia hadir bukan sebagai obat, tapi menjadi alat untuk membantu kita melihat lebih dalam.
Saya dan Filsafat
Saya bukan sarjana filsafat. Pendidikan formal saya pun tidak sampai ke jenjang perguruan tinggi. Tetapi saya menyukai filsafat. Itu bukan karena saya ingin terlihat pintar, tetapi karena filsafat membantu saya dalam merenung dengan jernih.
Bagi saya filsafat bukan sekumpulan teori rumit dari para tokoh-tokoh besar. Filsafat adalah cara memandang dunia. Ia bagaikan kaca mata batin, yang membuat saya melihat fenomena hidup tidak hanya sebatas apa adanya tetapi juga apa maknanya.
Melihat Hidup Seperti Seorang Dokter
Saya ingin membagikan satu analogi yang terlintas dibenak saya. Di rumah sakit, ada banyak alat bantu medis yang dipergunakan oleh dokter:
Rontgen, untuk memeriksa tulang.
EEG, untuk mengetahui aktifitas otak.
Endoskopi, untuk menjelajahi saluran pencernaan.
USG, untuk memeriksa organ dalam.
Masing-masing alat itu berguna, tapi hanya bisa melihat bagian-bagian tertentu saja dari tubuh manusia. Namun ketika dibutuhkan pemindaian secara menyeluruh, dokter menggunakan MRI — alat yang bisa melihat tubuh secara utuh sampai ke jaringan lunak yang dalam.
Filsafat = MRI Kehidupan
Nah, saya melihat filsafat sebagai MRI-nya kehidupan. Banyak ilmu pengetahuan, seperti sosiologi, ekonomi, hukum, teknologi, bahkan teologi, tapi semua itu tak ubahnya seperti peralatan medis di atas. Ia memberi kita informasi penting, tapi hanya bisa dari satu sisi sudut pandang saja.
Sementara filsafat membantu kita untuk:
* Melihat keterkaitan antar bagian tersebut;
* Bertanya bukan hanya bagaimana ? tetapi juga mengapa ?
* Tidak terburu-buru menyimpulkan, tetapi memberi ruang untuk memahami.
Filsafat tidak menyembuhkan secara langsung, tetapi membuat kita memahami lebih dalam, apakah sebenarnya yang terjadi dalam diri kita, masyarakat kita, bahkan dunia ini ? Filsafat Bukan untuk dipuja, tapi untuk digunakan. Kita boleh saja setuju atau tidak dengan satu aliran filsafat. Itu bukan masalah. Yang penting kita mengerti cara berfikir mereka.
Semakin banyak bacaan dan diskusi filsafat kita, maka akan semakin luas dan bijak pula kita menyikapi hidup. Filsafat bagi saya adalah alat bantu untuk memahami kenyataan. Bukan untuk membuat kita merasa lebih tinggi, tapi agar kita lebih rendah hati, dalam menyikapi kompleksitas hidup.
Untuk Mereka yang Mau Merenung
Saya bukan siapa-siapa. Tapi saya bersyukur, karena diusia yang sudah senja, masih diberi rasa ingin tahu dan keinginan untuk bertanya dan mempertanyakan. Jika ada yang pmembaca tulisan ini dan merasa berat dan ribet. Percayalah, bahwa filsafat itu bukan hanya untuk mereka yang pintar. Tapi untuk siapa yang berani memikirkan ulang hidup dan maknanya.
Aku Ingin Menjadi Filsuf, Bukan Ahli Filsafat.
* Saya tidak hafal teori Plato;
* Saya tidak bisa mengutip Nietzsche;
* Saya tidak bisa menjelaskan logika Aristoteles secara sistematis.
Tapi;
* Saya ingin berfilsafat dalam hidup saya sendiri;
* Saya ingin punya prinsip yang saya pahami dan saya jalani;
* Saya ingin punya cara pandang yang saya sadari;
* Saya ingin hidup dengan konsep dan target, tidak hanya ikut arus saja.
Karena itu saya menulis artikel ini
Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk berani menggunakan akal dan hati untuk berfikir, merasakan, dan memaknai hidup, sesuai dengan kapasitas kita masing-masing. Tidak perlu menunggu jadi sarjana filsafat, dan tidak perlu membaca buku-buku filsuf besar.
Cukup mulai “bertanya kepada diri sendiri”.
- Apa prinsip hidup yang saya pegang?
- Kearah mana perjalanan hidup saya?
- Apa makna dari setiap langkah dan keputusan yang saya ambil?
Jika kita telah mulai bertanya seperti itu, berarti kita semua sedang belajar menjadi filsuf dalam kapasitas kita. Mungkin itulah bentuk filsuf yang sejati. Siapa tahu seperti MRI, filsafat akan dapat membantu kita untuk melihat sesuatu yang tersembunyi selama ini.
Pekanbaru, 19 September 2025