“Mancing Kelabau, Penghilang Sakau,” adalah tulisan penulis yang terbit di Harian Pagi Riau Pos, Minggu, 27 Oktober 2013, Hal. 31. Sekitar 10 tahun lalu. Kali ini penulis ingin berbagi kembali, terutama kepada pemancing-pemancing muda yang sudah sangat banyak. Mereka adalah pemancing yang berbeda dibandingkan zaman dahulu. Karena sekarang mereka bisa saja eksis saat mulai pertama melakoni hobi mancing. Tentu saja menggunakan media sosial melalui komunitas yang diikutinya. Inilah artikel yang dimaksud:
Mancing Kelabau, Penghilang Sakau
Istilah sakau adalah bahasa slang yang diartikan sebagai perasaan gelisah atau gangguan psikologis akibat kecanduan sejenis obat. Atau kondisi seorang pemakai narkoba yang ketagihan (wikipedia.com). Namun dalam komunitas pemancing, istilah sakau digunakan untuk menggambarkan suatu perasaan tatkala seorang pemancing sudah berada dalam kondisi yang sangat ingin memancing. Hal ini diakibatkan si pemancing sudah lama sekali tidak pergi memancing. Bisa pula karena si pemancing sudah tidak tahan melihat dan mendengar cerita dari keberhasilan teman-temannya dalam memancing. Dengan adanya media sosial, media massa dan visual, menyebabkan pemancing selalu mendapatkan update terbaru. Baik itu berupa unggahan ikan-ikan monster, spot-spot yang menarik maupun umpan atau lure yang baru. Semua itu menyebabkan si pemancing merasa terprovokasi untuk segera turun ke spot.
Cerita-cerita para pemancing memang banyak yang mengandung hiperbola, yaitu berlebih-lebihan. Namun semua itu adalah penyemangat dalam usaha memancing. Seseorang yang sudah terprovokasi oleh berita dan foto-foto ikan hasil pancingan teman-temannya akan merasa seperti “keracunan”. Keracunan yang dimaksud adalah perasaan dan pikiran yang selalu dihantui keinginan untuk memancing ikan. Dalam kondisi begini maka yang terpikir adalah bagaimana menyempatkan waktu, mempersiapkan peralatan dan tentunya juga mempersiapkan keperluan lainnya seperti uang dan kendaraan untuk trip mancing.
Salah satu ikan yang menjadi target mancing dan pengobat sakau ini adalah ikan kelabau. Ikan yang bernama ilmiah Osteochilus kelabau Popta 1904, ini adalah ikan air tawar asli yang menghuni perairan sungai-sungai di pulau Sumatra, Kalimantan dan semenanjung Malaysia. Genus Osteochilus teridentifikasi sudah sebanyak 36 spesies mulai Asia Tenggara sampai Tiongkok. Biasanya ikan ini memakan buah-buahan, fitoplankton, alga dan rerumputan dalam air. Habitatnya di Riau berada di sungai-sungai Rokan Kanan, Rokan Kiri, Tapung Kanan, Tapung Kiri, Kampar Kanan, Kampar Kiri, dan Indragiri. Hidup di dasar sungai, ikan ini lebih suka di air yang agak tenang dan berlumpur.
Memancingnya dapat menggunakan pancing dasaran. Joran yang lentur dan kuat, sebab perlawanan ikan ini memang alot. Reel dan benang yang cukup kuat, bisa menggunakan benang monoline maupun benang serat (PE), sebab ikan ini bisa mencapai berat diatas 5 kg. Kemudian pancing diberi pemberat timah berjarak sekitar 40 – 50 cm dari mata pancing. Umpannya dapat menggunakan kulit buah sawit, adonan campuran CPO, roti, irisan daging buah kelapa muda, biji buah karet, adonan pelet, dan sesekali juga ikan ini menyukai cacing.
Adi Mulya, seorang pemancing dari Ujungbatu, Rokan Hulu, menceritakan pengalamannya saat memancing ikan kelabau ini. Dia memancing di sepanjang perairan sungai Rokan Kiri. Menurutnya yang harus diperhatikan adalah kondisi air, terlalu jernih dan keruh mengurangi agresifnya ikan, yang paling tepat adalah pada saat air tidak jernih dan tidak keruh. Hal ini ditandai oleh warna air yang sedikit kusam. Ikan kelabau tidak dominan di air yg dalam dan berarus, lebih suka pada air yang agak dangkal dan tenang. Ikan ini adalah ikan musiman yang biasanya banyak pada bulan September sampai dengan November. Umpan yang paling jitu dan disukai adalah sawit. Harus dipilih sawit yang benar-benar berwarna oranye dan agak berminyak mendekati warna kunyit.
Ikan kelabau sangat sensitif dengan suara-suara yg mengejutkan, mereka selalu berbondong pergi apabila terdengar suara yg mengejutkan. Mereka akan bersembunyi di bawah batang kayu selama masih ada suara-suara, sampai suasana benar-benar senyap baru mereka keluar. Waktu yang tepat untuk mancing ikan ini pada pagi hari sampai jam 11, kalau sore mulai dari jam 16 sampai jam 18. Kalau untuk dikonsumsi ikan kelabau sebenarnya tidak terlalu istimewa karena memiliki duri serabut seperti ikan mas. Tapi ikan ini memiliki sensasi yang sangat menakjubkan saat strike dan fight. Jika tidak punya keahlian dalam urusan tarik ulur saat fight maka bisa berakibat tali pancing putus, mata pancing lurus dan bahkan bibir ikannya yang lepas.
Kemudian Fian Anakunto, seorang pemancing dari Kota Lama, Rokan Hulu, sering juga mendapat ikan kelabau. Dia memancing di sungai Rokan Kiri seputaran Kota Lama. Menurutnya umpan yang paling tepat adalah irisan brondolan buah sawit. Daging buah sawit diiris kecil-kecil atau dipotong dadu kemudian dipasangkan pada mata pancing sekita 4 sampai 6 irisan. Dia menggunakan mata pancing berukuran nomor 6. Memancing ikan kelabau paling sering dilakukannya adalah saat air sungai sedang jernih.
Lain pula pengalaman Yusran, seorang pemancing dari Pangkalankerinci. Kelabau yang didapatnya di Rantau Baru, aliran sungai Kampar, berukuran cukup besar. Saat itu kondisi air agak keruh, dan agak berarus deras. Maksud hati memancing ikan patin dengan umpan roti namun yang menyambar umpannya malah ikan kelabau. Waktu mancingnya pada sore hari sekitar pukul 16.30 WIB. Ikan kelabau yang didapat merupakan satu-satunya hasil mancing saat itu.
Menurut penelitian (Syafrudin Nasution dan Nuraini, 2006), diketahui bahwa ikan kelabau berkelamin jantan lebih langsing dan berwarna cerah sedangkan yang betina lebih melebar dibandingkan panjangnya dan berwarna lebih gelap. Ikan kelabau sering ditemukan matang gonad (siap untuk bereproduksi) dalam setiap bulannya namun puncak pemijahan terjadi pada bulan-bulan di akhir tahun, yaitu November dan Desember. Ukuran ikan kelabau yang matang secara seksual itu panjangnya sudah mencapai 40 cm dan berat 1 kilogram. Ikan kelabau juga bisa hidup di kolam yang dasarnya berlumpur dan banyak ditumbuhi tanaman air. Sebagai usaha untuk penyelamatan ikan ini dari kepunahan maka perlu dilakukan penelitian untuk pembudidayaan. Misalnya budi daya di keramba apung atau di kolam, seperti saat ini yang sudah dilakukan terhadap spesies ikan baung dan tapah. Semoga bermanfaat.
Penulis: Hasrijal Farmaduansa