Pengaruh Game Online Terhadap Gaya Bahasa Anak
Oleh: Uzlah Ilmi Irwan (Mahasiswa Prodi PBSI STKIP Rokania)
Gawai atau ponsel pintar bukanlah barang asing untuk saat ini. Hampir setiap golongan masyarakat memiliki ponsel pintar. Pada awal penciptaannya, ponsel pintar digunakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Namun, tidak jarang penggunaan ponsel yang tidak dibatasi dan tidak bertanggung jawab memberikan pengaruh negatif. Salah satu contohnya yaitu penggunaan ponsel pintar pada anak dibawah umur, biasanya digunakan untuk bermain game online. Menurut portal berita suara.com, sepuluh game yang paling banyak dimainkan sebagian besar bertema pertempuran, namun user utamanya adalah anak-anak dibawah umur.
Fakta ini bisa dibilang sangat memprihatinkan, tanpa diajari anak-anak dapat dengan mudah menguasai permainan yang notabene ditujukan untuk kalangan dewasa. Contohnya adalah game free fire, mobile legend dan PUbG. Game berbasis online ini memungkinkan anak-anak bermain dengan orang yang belum pernah ia kenal dan dari berbagai kalangan usia. Mereka akan membentuk suatu tim dan bertanding dengan tim lain. Terkadang, rekan sepermainan anak didalam game tersebut menggunakan kata-kata kasar saat timnya menerima kekalahan atau menggertak tim lawan, contohnya berkata anjrit, bangsat dan lain lain. Tanpa disadari anak-anak akan merekam kata-kata tersebut dalam memorinya, bahkan ia akan menggunakan kata-kata yang sama bila sudah kecanduan bermain game.
Berdasarkan pengalaman penulis, anak-anak yang bermain game online memiliki emosi yang tidak terkontrol. Bila sesuatu yang ia inginkan tidak tercapai, maka ia akan berkata-kata kasar untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Mereka bahkan tidak mengenal tata krama dalam berbahasa karena selama ini selalu berkomunikasi dengan orang yang belum pernah mereka lihat didalam game online. Sehingga anak tidak bisa membedakan cara berbicara dengan orang tua, teman seusianya, dan anak yang lebih muda darinya. Bahkan dibeberapa kasus, anak-anak dari rentang usia 6-10 tahun telah meguasai kosakata yang seharusnya belum mereka ketahui, salah satu contohnya adalah jancok. Mereka juga sering membantah orang tua dengan kata yang tidak sepantasnya. Namun bila masuk ke lingkungan sosial yang sebenarnya, anak-anak akan sulit berkomunikasi dengan orang baru. Mereka lebih nyaman mengurung diri di rumah dan berkomunikasi dengan teman virtualnya didalam game online. Bila habbit buruk itu sudah terjadi, orang tua tidak bisa menyalahkan anak sepenuhnya sebab game online yang mereka mainkan adalah akibat pemberian ponsel pintar pada usia dini. Penyitaan ponsel secara langsung juga bukan pilihan yang tepat, sebab anak telah menjadikan ponsel tersebut sebagai kebutuhan sekundernya. Bila benda tersebut diambil, tantrum anak akan naik dan kata-kata kasar yang selama ini ia rekam akan ia lontarkan kepada siapapun. Tujuannya untuk menakut-nakuti lawan bicaranya.
Usia dini adalah masa dimana karakter anak mudah dibentuk. Bila anak sudah kecanduan bermain game online ada beberapa langkah yang bisa orang tua lakukan untuk merubah tabiat buruk tersebut. Langkah pertama adalah tidak membelikan ponsel khusus untuk anak. Apabila sudah terlanjur, maka orang tua memberi batas waktu anak untuk bermain. contohnya 2 jam sehari setelah mengerjakan pekerjaan rumah. Langkah kedua ajari anak perihal hak dan kewajiban. Jika anak telah menjalankan kewajibannya, maka ia akan mendapatkan haknya seperti bermain ponsel. Ketiga, unduhlah program pintar pengawasan orang tua di ponsel anak. Bila waktu yang sudah ditentukan telah habis, maka ponsel anak akan terkunci dengan sendirinya. Keempat, awasilah anak setiap bermain game dan pilihlah game yang tepat untuk seusianya. Terakhir, langkah yang paling penting adalah komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Pada masa perkembangannya, ajarilah anak untuk bicara dengan kata-kata yang santun dan jadilah pendengar yang baik setiap anak ingin menceritakan atau mengungkapkan sesuatu. Bila ingin marah atau menegur anak, tetap gunakan kata-kata yang baik namun terkesan tegas, bukan kata-kata kasar yang justru akan direkam oleh memori anak dan membentuk karakter pembenci dalam diri anak.
Langkitin, 16 Desember 2021
Sumber Foto: Facebook dan Koleksi Sendiri.