Refleksi Jumat Pagi: Kompas Batin
Oleh: A. U. Chaidir
Seandainya seorang sahabat sekantor kita melakukan suatu kecurangan, katakanlah menilap uang perusahaan. Bagaimana sikap dan reaksi kita?
- Kita boleh saja memilih “tutup mulut” untuk mencari aman, tetapi batin ini berbisik, tindakan itu tidak benar, itu berati kita ikut terlibat, karena melakukan pembiaran.
Hati jadi gelisah.
- Sebaliknya, kalau kita angkat kasusnya, tentu sahabat kita ini akan berhadapan dengan hukum.
Ini penuh risiko, kemungkinan ia bisa dipecat, dipenjara, karirnya tamat, keluarganya berantakan. Kita tidak tega, sungguh dilematis. Kita benar-benar dihadapkan dengan pilihan yang sulit. Ini hanyalah satu contoh kasus kecil saja dari sekian banyak tantangan, permasalan kehidupan yang kita hadapi.
Sungguh kita dihadapkan dengan banyak ragam macam persoalan kehidupan, yang harus kita carikan solusi atau jalan keluarnya. Untuk mencarikan solusinya, Tuhan telah menyediakan berapa alat bantu untuk kita gunakan, yaitu “instrumen mental dan psikologis.”
Instrumen Mental dan Psikologis:
- Akal
Kemampuan berfikir secara umum, yang mencakup daya memahami, menganalisa dan mengevaluasi sesuatu hal. Akal memungkinkan kita dapat melihat hubungan sebab-akibat serta melihat lebih mendalam.
- Logika
Alat berfikir yang sistematis dan konsisten berdasarkan premis-premis yang dapat dibuktikan kebenarannya.
- Rasionalitas
Kemampuan untuk membuat keputusan berdasarkan alasan yang masuk akal dan bukti, bukan berdasarkan emosi atau kebiasaan semata.
- Intuisi
Kemampuan memahami atau mengetahui sesuatu secara langsung, tanpa melalui proses analisis yang panjang. Intuisi seringkali lahir dari pengalaman yang panjang dan pola fikir bawah sadar, yang cepat menangkap isyarat-isyarat halus.
- Emosi
Instrumen yang memberikan nilai subjektif terhadap suatu pilihan, berupa rasa takut, cinta, percaya diri, keraguan, yang seringkali menjadi penentu dalam keputusan akhir. Tanpa emosi mungkin kita bisa berfikir, akan tapi sulit untuk menentukan apa yang paling penting.
- Pengalaman
Bisa dari pengalaman pribadi atau melalui pengalaman orang lain. Dari pengalaman kita belajar, mana yang berhasil dan mana yang gagal.
- Nilai dan Keyakinan
Setiap individu memiliki sistem nilai, prinsip, bahkan keyakinan spiritual. Nilai dan keyakinan menjadi kompas moral dan etika didalam mengambil keputusan, terutama ketika pilihan yang tersedia sama-sama masuk akal secara logis.
Tapi ingat, bahwa. :
- Logika mempunyai kelemahan, ia bisa membenarkan apa saja, ketika digunakan dengan niat keliru.
- Emosi, tidak stabil, dapat berubah-ubah, seringkali dipengaruhi oleh suasana hati sesaat.
- Intuisi bisa kurang jernih, terutama sekali bila ia belum terasah dengan baik.
Oleh karena itu, dalam mengambil suatu keputusan, kita tidak dapat hanya dengan mengandalkan sepenuhnya pertimbangan akal, logika, rasionalitas, intuisi, emosi, pengalaman serta nilai dan keyakinan saja.
Kita masih perlu satu instrumen lagi untuk penyempurna. Alhamdulilah, Sang Pencipta membekali kita secara built-in dengan satu instrumen yang lebih tinggi, namanya: Hati Nurani.
Apa itu hati nurani ? Hati nurani ialah kesadaran terdalam pada diri manusia yang berhubungan dengan moral dan etika, hati nurani itu bukanlah hanya sekedar perasaan saja, bukan hanya sekadar logika saja dan bukan pula hanya sekedar intuisi saja.
Hati nurani adalah “kompas batin”, yang senantiasa mengarahkan kita kepada perbuatan atau tindakan yang bermoral dan beretika, meski kadang-kadang terasa bertentangan dengan kehendak pribadi, logika ekonomi, tekanan sosial, dan lain-lain sebagainya.
✓ Akal dan logika, bersentuhan dengan rasionalitas, analisis.
✓ Intuisi, bersentuhan dengan naluriah, fikiran bawah sadar.
✓ Emosi, bersentuhan dengan rasa, suasana hati
✓ Pengalaman, bersentuhan dengan pelajaran.
✓ Akan tetapi Hati Nurani bersentuhan dengan suara “moral terdalam dan nilai-nilai luhur yang tinggi”.
Hati nurani berbicara dari kedalaman nilai yang paling jujur dalam diri kita, bukan untuk mencari yang paling untung, tetapi mencari yang paling benar.
Contoh:
Secara logis kamu bisa menipu orang untuk keuntungan pribadi.
Secara emosional kamu merasa senang karena kamu berhasil.
Namun hati nuranimu berbisik halus, “itu salah, kamu menyakiti orang lain”.
Di tengah dunia yang semakin bising, dan hiruk-pikuk dengan suara dari luar, mungkin sudah saatnya kita belajar lagi untuk mendengar suara yang paling sunyi, yaitu “suara hati nurani” kita. Ia tidak berteriak, tapi ia tahu mana yang benar. Dan dalam keputusan yang paling sulit sekalipun, kompas batin inilah yang menunjukkan arah pulang kepada: kebenaran dan kemanusiaan. (Disarikan dari berbagai sumber)
Pekanbaru, Jumat / 5 September 2025.