REFLEKSI JUM’AT PAGI: Salat Kalibrasi Diri
oleh: H. Ali Umar Chaidir
Setiap produk yang dihasilkan fabrikan baik itu yang bersifat motorik maupun yang bersifat detektik selalu disertai dengan sebuah buku petunjuk-nya. Buku petunjuk yang berisikan penjelasan tentang bagaimana cara “MENGGUNAKAN dan MERAWAT” produk yang dihasilkan oleh fabrikan tersebut.
Yang bersifat motorik, seperti kendaraan bermotor, mesin-mesin penggerak lainnya, perawatannya umum disebut “SERVICE“. Didalam buku petunjuknya itu dijelaskan bahwa ada service yang harus dilakukan secara berkala setahun sekali, service rutin sebulan sekali, dan service insidentil.
Sementara untuk produk non motorik, seperti alat ukuran, takaran, timbangan, alat-alat bantu kedokteran serta alat detektor lainnya, perawatan-nya dikenal dengan istilah “KALIBRASI”. Kalibrasi juga ada yang harus dilakukan secara berkala, rutin, dan secara insidentil.
Apa Pentingnya Kalibrasi?
Seiring dengan waktu pemakaian-nya, peralatan tsb akan mengalami terjadinya deviasi atau pergeseran presisi akurasi. Deviasi presisi akurasi mengakibatkan hasil kerjanya tidak akurat, yang selanjutnya akan melahirkan keputusan/tindakan yang akan menimbulkan kerugian bahkan petaka.
Begitulah pentingnya kalibrasi terhadap peralatan-peralatan tsb diatas untuk mengembalikan akurasi dan presisinya supaya peralatan senantiasa bekerja dalam kondisi prima dengan akurasi tinggi.
Demikian juga dengan kehadiran kita seorang manusia sebagai produk Allah swt dipermukaan bumi ini, yang juga telah dilengkapi-Nya dengan sebuah guidance book, buku manual berupa al-kitab yaitu al-Quran al-Karim.
Sebagai seorang muslim, jiwa/hati yang punya “PERAN SENTRAL'” di i-dalam diri kita ini, harus pula di-kalibrasi secara berkala, rutin atau insidentil, supaya jiwa/hati kita dapat tetap, senantiasa dalam kesadaran penuh terhadap fungsi/tujuan kita diciptakan dimuka bumi ini. Begitu petunjuk Allah swt, sang Pencipta kepada kita.
Cara Mengkalibrasi Jiwa/Hati
Dari beberapa cara yang diajarkan Allah, yang lebih utama ialah dengan mendirikan “SALAT” yang konsisten (istiqamah). Salat itu ada yang dilaksanakan secara berkala setahun sekali (salai ‘Id), ada yang mingguan (salat Jum’at), dan ada pula yang rutin (salat lima waktu), serta yang insidentil (salat-salat sunat lainnya).
Ketika seseorang sedang mendirikan salat, maka sebenarnya ia itu adalah tengah “membangun interaksi spiritual dengan penuh kesadaran dengan Allah swt” dalam nuansa zikir, syukur dan do’a, untuk “MENJALIN KONEKSITAS” yang langgeng dengan-Nya.
Hanya dengan meng-konek-kan jiwa/hati kepada Allah swt itulah cara efektif bagi kita untuk meng-kalibrasi jiwa atau hati kita ini supaya senantiasa tetap berada pada akurasi yang tinggi dijalan Allah swt, yang benar, lebar/lapang, lurus/lempang yaitu “sirathal mustaqim menuju ilaihi rajiun
Kalau sudah berada pada tataran kesadaran ditingkat ini, barulah kita tidak akan merasakan lagi salat itu sebagai kewajiban yang membebani, akan tetapi sudah berganti menjadi kebutuhan primer untuk meng-upgrade, meng-kalibrasi diri/jiwa, untuk menggapai maqam Insan kamil, insan paripurna yang didamba.
Allahu a’lam,
Terima kasih,
عسی اللہ ان یھدینا جمیعا
Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua.
Pekanbaru, 20 Juni 2025.
H. A. U. Chaidir.